Perseroan terbatas merupakan pribadi hukum yang terpisah dari para pendirinya. Setelah resmi berdiri, badan hukum Perseroan memiliki hak dan kewajiban sendiri. Karena merupakan pribadi yang berbeda, maka Perseroan sebagai persekutuan modal juga memiliki harta kekayaan yang terpisah dari para pendirinya (pemegang saham). Setelah para pendiri menyetorkan modal yang ditempatkannya, maka modal tersebut menjadi harta kekayaan Perseroan.
Dalam praktek kewajiban setoran modal ini seringkali tidak diindahkan. Bahkan, ada yang beranggapan bahwa uang yang telah disetorkan ke dalam rekening perusahaan boleh diambil kembali, sekedar untuk mendapatkan bukti setor sebagai syarat pendirian Perseroan. Modal yang telah disetorkan ke dalam perusahaan tentu saja dapat diambil kembali. Namun, mengingat setoran uang tersebut sudah menjadi harta kekayaan Perseroan, maka kalau diambil kembali tentu saja namanya pinjam dari perusahaan.
Pasal 33 UU Perseroan Terbatas (No.40/2007) mewajibkan para pendiri untuk menyetorkan minimal 25% dari besaran modal dasar ke dalam Perseroan, baik berbentuk uang maupun bentuk lainnya. Penyetoran tersebut harus dibuktikan dengan bukti penyetoran yang sah.
Dalam Penjelasan Pasal 33 tersebut, bentuk “bukti penyetoran yang sah”, antara lain berupa (1) bukti setoran (slip setor bank) ke dalam rekening bank atas nama Perseroan, (2) data dari laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan, atau (3) neraca Perseroan yang ditandatangani oleh Direksi dan Dewan Komisaris.
Pada saat pendirian, bukti setor modal berupa slip setoran dari Bank kemungkinan besar tak dapat diperoleh mengingat Perseroan belum memiliki rekening sendiri. Untuk membuatnya pun, umumnya pihak Bank mensyaratkan legalitas lainnya (yang tentu saja memerlukan waktu untuk mengurusnya). Untuk mengatasi kendala tersebut, Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH) memberikan waktu selama 60 hari kepada para pendiri untuk menyampaikan bukti setoran modal (melalui Notaris).
Menu untuk men-upload bukti setor modal |
Bentuk-bentuk bukti penyetoran modal ini kembali dijabarkan dalam Permenkumham No.1 Tahun 2016 bahwa apabila penyetoran modal berupa uang, maka bukti setornya dapat berupa (1) fotokopi slip setoran, (2) fotokopi surat keterangan bank atas nama Perseroan, (3) rekening bersama atas nama para pendiri dan (4) asli surat pernyataan telah menyetor modal Perseroan yang ditandatangani oleh semua anggota Direksi, pendiri serta Dewan Komisaris Perseroan. Namun, apabila setoran selain uang, bentuknya dapat berupa (1) fotokopi neraca dari Perseroan, (2) asli surat keterangan appraisal atau (3) bukti pembelian barang. Umumnya, bukti setor yang disampaikan pada saat pendirian berupa softcopy Surat Pernyataan Setor Modal yang ditandatangani oleh seluruh anggota direksi, komisaris dan pendiri.
Menurut Pasal 2 PP Tentang Perubahan Modal Dasar Perseroan Terbatasm, jangka waktu penyampaian bukti setor selama 60 hari ini terhitung sejak tanggal akta pendirian. Namun, kalau dalam praktek SABH, jangka waktu tersebut ternyata dihitung sejak tanggal proses pendirian selesai. Tidak diketahui apakah ini merupakan kesalahan sistem atau memang ada kebijakan tersendiri mengenai hal tersebut.
Dalam hal bukti penyetoran modal tersebut tidak/belum disampaikan melalui SABH, maka Perseroan akan menghadapi kendala berupa terblokirnya akses terhadap perubahan Perseroan, baik berupa perubahan anggaran dasar ataupun perubahan data-data Perseroan. Namun, walau jangka waktu penyampaian bukti setor selama 60 hari tersebut sudah terlewati, Perseroan (melalui Notaris) masih diberi kesempatan untuk menyampaikan bukti setor dimaksud apabila ingin melakukan perubahan Perseroan.
Notaris yang melakukan perubahan dapat meng-upload bukti setor dimaksud untuk membuka kembali akses perubahan terhadap Perseroan. Ketika mengakses SABH, gunakan menu Upload Bukti Setor, lalu isi data-data pada kolom Tahun, No. SK dan Nama Perseroan dan klik tombol Cari. Bila data benar, maka akan muncul halaman untuk men-upload bukti setor. Hal yang perlu diperhatikan, Notaris dalam melakukan tindakan tersebut, perlu mendapatkan kuasa terlebih dahulu dari direksi Perseroan untuk menyampaikan kewajiban tersebut.