Sunday, May 24, 2020

Harta (Aset) Yayasan Sebagai Jaminan Utang

Yayasan merupakan badan hukum yang dapat dikatakan unik. Unik karena kepemilikan yayasan bersifat sosial, bukan milik pribadi pendiri atau pengurusnya. Pengurus, dalam menjalankan misi-visi yayasan, harus berdasarkan maksud dan tujuan yang telah ditetapkan dalam anggaran dasar. Selain itu, undang-undang juga memberikan batasan-batasan yang wajib diperhatikan oleh pengurus selaku organ yang menjalankan yayasan.

Sebagai badan hukum yang bersifat sosial, maka yayasan juga dapat menerima sumbangan atau bantuan dari masyarakat. Oleh karenanya, mengingat aspeknya yang bersifat sosial, yayasan tidak boleh dikelola semaunya. Ketentuan Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Yayasan (No. 16 Tahun 2001, telah diubah Undang-Undang No.28 Tahun 2004) melarang yayasan membagikan hasil kegiatan usaha kepada pembina, pengurus, dan pengawas. Demikian juga ketentuan Pasal 5 UU Yayasan (UUY) melarang kekayaan yayasan (uang, barang, maupun kekayaan lain) untuk dialihkan atau dibagikan secara langsung atau tidak langsung kepada pembina, pengurus, pengawas dalam bentuk gaji, upah, maupun honorarium, atau bentuk lain yang dapat dinilai dengan uang. Walaupun demikian, pengurus dapat dikecualikan dalam anggaran dasar dan berhak menerima gaji atau upah apabila pengurus bukan termasuk pendiri dan tidak terafiliasi dengan pendiri, pembina maupun pengawas serta melaksanakan kepengurusan secara langsung dan penuh.  

Dalam menunjang maksud dan tujuan berdirinya yayasan, yayasan dapat melakukan kegiatan usaha dengan cara mendirikan badan usaha dan/atau ikut serta dalam suatu badan usaha (ketentuan Pasal 3 UUY). Kegiatan usaha dimaksud dapat berbentuk badan usaha (Pasal 7 ayat 1 UUY) yang sesuai dengan maksud dan tujuan yayasan serta tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan/atau peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kegiatan usaha yang dimaksud mempunyai cakupan yang luas, termasuk hak asasi manusia, kesenian, olahraga, perlindungan konsumen, pendidikan, lingkungan hidup, kesehatan, dan ilmu pengetahuan (Penjelasan Pasal 8 UUY). Oleh karenanya, bisa diartikan meskipun berbentuk badan usaha (komersil), namun kegiatannya tidak atas dasar mencari keuntungan semata-mata. Selain itu, kegiatan usaha dimaksud juga dapat berbentuk penyertaan dalam berbagai bentuk usaha yang prospektif (Pasal 7 ayat 2 UUY). Dari sini, dapat ditafsirkan bahwa yayasan dapat bertindak sebagai pemegang saham suatu perseroan terbatas. 

Harta kekayaan yang dimiliki oleh yayasan harus dipergunakan untuk mencapai maksud dan tujuan yayasan (Pasal 26 UUY). Terkait pengelolaan harta kekayaan yayasan tersebut, ketentuan Pasal 37 UUY tegas menyebutkan bahwa pengurus tidak berwenang untuk membebani kekayaan yayasan maupun mengikat yayasan sebagai penjamin utang untuk kepentingan pihak lain. Dengan kata lain, aset yayasan tidak boleh diagunkan sebagai jaminan pelunasan utang pihak lain dan yayasan pun dilarang bertindak sebagai penjamin utang (yang pada akhirnya akan melibatkan aset-aset yayasan). Larangan ini merupakan ketentuan undang-undang dan tentu saja tidak bisa dikecualikan dalam anggaran dasar. 

Lantas, apakah aset yayasan tetap boleh diagunkan? Undang-undang hanya melarang pembebanan aset yayasan untuk menjamin kepentingan (utang) pihak lain. Jadi, sepanjang penjaminan aset yayasan dilakukan untuk kepentingan yayasan itu sendiri, maka pengurus berwenang untuk bertindak mewakili yayasan. Ketika yayasan mendirikan suatu badan usaha yang memerlukan pembiayaan dari bank, misalnya rumah sakit atau sekolah, pembebanan aset yayasan sebagai syarat pembiayaan diperbolehkan karena yang dijamin adalah pelunasan pembiayaan usaha yayasan itu sendiri. 

Harta kekayasan yayasan dapat dijadikan sebagai jaminan suatu utang dengan syarat bahwa utang tersebut merupakan utang yayasan itu sendiri. Larangan menjaminkan aset yayasan untuk kepentingan pihak lain dapat dipahami agar mencegah penyalahgunaan harta yayasan untuk kepentingan pihak tertentu. Selain itu, dalam anggaran dasar, kewenangan pengurus untuk dapat menjaminkan aset yayasan juga dapat dibatasi dengan adanya syarat persetujuan dari organ pembina ataupun pengawas.


Friday, May 8, 2020

Akta Perubahan Susunan Anggota Direksi dan Dewan Komisaris PT

Umumnya, masa jabatan kepengurusan (*kepengurusan dalam arti umum) anggota direksi dan dewan komisaris Perseroan Terbatas (PT) ditetapkan selama 5 (lima) tahun dalam akta anggaran dasarnya. Namun, hal ini tidak menutup kemungkinan untuk menetapkan jangka waktu tertentu lainnya. Prinsipnya, jabatan anggota direksi dan dewan komisaris dirancang agar tidak berlangsung secara terus-menerus, walaupun kemudian dapat diangkat kembali setelah masa jabatan tersebut berakhir.

Pengangkatan anggota direksi dan dewan komisaris diputuskan oleh para pemegang saham melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Demikian juga dengan penggantian atau pemberhentiannya (termasuk pengangkatan kembali setelah masa jabatan berakhir). Kewenangan tersebut merupakan hak sepenuhnya dari RUPS (diluar kewenangan dari dewan komisaris untuk memberhentikan sementara). Keputusan RUPS tersebut kemudian harus diberitahukan kepada Menteri terkait agar perubahannya dicatatkan ke dalam Daftar Perseroan.

Sama halnya dengan perubahan anggaran dasar, perubahan susunan anggota direksi dan dewan komisaris PT dalam prakteknya harus dituangkan dalam bentuk akta notaris. Walau demikian, Undang-Undang Perseroan Terbatas (UU PT) sama sekali tidak menyebutkan mengenai keharusan tersebut. Begitu juga dengan peraturan pelaksanaannya (Permenkumham No.4/2014 dan Permenkumham No.1/2016). Permenkumham tersebut hanya mensyaratkan adanya akta, yang dalam hal ini, bisa saja dalam bentuk akta notaris atau akta dibawah tangan.

Selain harus dinyatakan dalam akta notaris, pemberitahuan atau pelaporannya kepada Menteri terkait harus dilakukan dalam jangka waktu yang telah ditetapkan. Ketentuan Pasal 94 UU PT menyatakan bahwa dalam hal terjadi pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota direksi, maka direksi wajib memberitahukan perubahan tersebut kepada Menteri terkait untuk dicatat dalam Daftar Perseroan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal keputusan RUPS, dan bukan sejak tanggal akta notarisnya.Jadi, begitu diputuskan dalam RUPS, maka Perseroan harus melaporkan perubahan tersebut kepada Menteri dalam waktu 30 hari. Berbeda halnya dengan perubahan AD, dimana jangka waktunya terhitung sejak tanggal akta notarisnya. 

Jangka waktu 30 hari sejak tanggal keputusan RUPS ini bisa menimbulkan persoalan hukum. Dalam hal keputusan RUPS menetapkan bahwa perubahan susunan direksi dan dewan komisaris akan efektif dalam waktu 30 hari setelah RUPS, maka pelaporannya kepada Menteri bisa terbentur (kedaluwarsa) dengan ketentuan 30 hari tersebut. Persoalannya, sebelum perubahan tersebut efektif, pelaporan sebenarnya tidak mungkin dapat dilakukan. Kalau pelaporannya tetap dilakukan sebelum kepengurusan efektif, maka sejak tanggal surat penerimaan dari Menteri, susunan kepengurusan dapat dianggap telah berubah. Padahal, keputusan RUPS-nya tidak demikian.

Apabila jangka waktu 30 hari tersebut terlewati, apakah boleh diajukan pemberitahuan kembali? Berdasarkan ketentuan Pasal 94 UU PT, hal tersebut tegas hanya dimungkinkan bila dilakukan RUPS penegasan (akta keputusan RUPS baru), karena tidak mungkin keputusan RUPS yang sudah kedaluwarsa dapat dipakai kembali. Jadi, akta pernyataan keputusan RUPS yang sudah kedaluwarsa mengenai perubahan kepengurusan tak dapat ditegaskan kembali, kecuali oleh RUPS selaku organ Perseroan yang berwenang melakukannya.   

Tuesday, April 28, 2020

Kedaluwarsa Permohonan Persetujuan/Pemberitahuan Perubahan Anggaran Dasar Versi Peraturan Menteri

Eksistensi suatu undang-undang dalam artian umum (yaitu peraturan perundang-undangan) berkaitan erat dengan kekuatan mengikat dari undang-undang itu sendiri. Suatu undang-undang tidak terbentuk dengan sendirinya, melainkan berdasarkan ketentuan undang-undang yang lebih tinggi. Biasanya, undang-undang yang turun kemudian akan merinci pengaturan berdasarkan kewenangan yang diberikan ataupun kewenangan yang dimiliki.    

Oleh karenanya, agar dapat memiliki kekuatan yang mengikat, peraturan yang bersifat operasional pelaksanaan, haruslah tetap mengacu kepada peraturan yang lebih tinggi, sehingga tidak menyimpang atau bahkan tidak memiliki landasan hukum sama sekali.

Terkait dengan perubahan anggaran dasar sebuah Perseroan Terbatas (PT), hal tersebut telah tegas diatur dalam UU Perseroan Terbatas No.40 Tahun 2007 (UU PT), bahwa perubahan anggaran dasar, baik yang memerlukan persetujuan maupun pemberitahuan, harus diajukan paling lambat dalam waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal akta notaris yang memuat perubahan anggaran dasar (AD) tersebut, demikian sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 21 ayat (7) dan (8) UU PT:

Perubahan Anggaran Dasar
Pasal 21
(1) Perubahan anggaran dasar tertentu harus mendapat persetujuan Menteri.
(2) Perubahan anggaran dasar tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
  • a. nama Perseroan dan/atau tempat kedudukan Perseroan;
  • b. maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan;
  • c. jangka waktu berdirinya Perseroan;
  • d. besarnya modal dasar;
  • e. pengurangan modal
  • f. ditempatkan dan disetor; dan/atau
  • g. status Perseroan yang tertutup menjadi Perseroan Terbuka atau sebaliknya.

(3) Perubahan anggaran dasar selain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) cukup diberitahukan kepada Menteri.
(4) Perubahan anggaran dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dimuat atau dinyatakan dalam akta notaris dalam bahasa Indonesia.
(5) Perubahan anggaran dasar yang tidak dimuat dalam akta berita acara rapat yang dibuat notaris harus dinyatakan dalam akta notaris paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal keputusan RUPS.
(6) Perubahan anggaran dasar tidak boleh dinyatakan dalam akta notaris setelah lewat batas waktu 30 (tiga puluh) hari sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
(7) Permohonan persetujuan perubahan anggaran dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan kepada Menteri, paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal akta notaris yang memuat perubahan anggaran dasar.
(8) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) mutatis mutandis berlaku bagi pemberitahuan perubahan anggaran dasar kepada Menteri.
(9) Setelah lewat batas waktu 30 (tiga puluh) hari sebagaimana dimaksud pada ayat (6) permohonan persetujuan atau pemberitahuan perubahan anggaran dasar tidak dapat diajukan atau disampaikan kepada Menteri.

Jadi, berdasarkan ketentuan UU PT, berlaku sistem kedaluwarsa untuk pengajuan persetujuan dan pemberitahuan perubahan AD. Artinya, permohonan yang kedaluwarsa tidak dapat lagi diajukan atau disampaikan kepada Menteri. Selain itu, ditambahkan dalam penjelasannya, bahwa dalam hal permohonan tetap diajukan, maka Menteri wajib menolak permohonan atau pemberitahuan tersebut.

Lalu, bagaimana kewenangan Menteri tersebut diatur dalam Peraturan Menteri sebagai ketentuan yang melaksanakan perintah UU? Untuk itu, mari kita lihat bagaimana perjalanannya. 

Pertama, menurut Permenkumham No.M.01-HT.01.10 TAHUN 2007 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan Badan Hukum dan Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar, Penyampaian Pemberitahuan Perubahan Anggaran Dasar dan Perubahan Data Perseroan (disingkat Permenkumham 2007). Di sini, pengaturan soal kedaluwarsa jangka waktu permohonannya (baik terkait persetujuan maupun pemberitahuan) tidak disebutkan secara tegas, melainkan berdasarkan penerapan asas mutatis-mutandis dengan ketentuan pendirian. Bila diperhatikan muncul suatu persoalan baru di sini. Walaupun tatacara pengajuan permohonan pendirian (pengesahan) dan perubahan tidak jauh berbeda, namun kedaluwarsa pengajuan keduanya merupakan perbedaan yang krusial.

Menurut UU PT, kedaluwarsa pengesahan pendirian adalah 60 (enampuluh) hari sejak tanggal akta notarisnya, sedangkan kedaluwarsa perubahannya adalah 30 (tigapuluh) hari. Persoalannya, Permenkumham 2007 tidak memberikan rujukan mengenai jangka waktu 30 hari tersebut dan hanya menyatakan bahwa ketentuan mengenai pengajuan pendirian juga berlaku secara mutatis-mutandis terhadap pengajuan persetujuan maupun pemberitahuan perubahan AD (ketentuan Pasal 10 dan Pasal 14 Permenkumham 2007). Padahal, yang berlaku secara mutatis-mutandis itu hanyalah tatacara (prosedur) pengajuannya saja (formal administrasi), bukanlah soal jangka waktu kedaluwarsanya. Ketentuan jangka waktu kedaluwarsanya tetap mengacu kepada ketentuan UU PT, yaitu 30 hari sejak tanggal akta notaris. 

Kedua, menurut Permenkumham No.M.HH-02.AH.01.01 TAHUN 2009 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan Badan Hukum, Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar, Penyampaian Pemberitahuan Perubahan Anggaran Dasar dan Perubahan Data Perseroan (disingkat Permenkumham 2009) sebagai pengganti Permenkumham 2007. Di sini, pengaturan soal kedaluwarsa jangka waktu pengajuannya (baik terkait permohonan persetujuan maupun pemberitahuan) telah tegas dinyatakan, yaitu 30 (tigapuluh) hari sejak tanggal akta notaris. Hanya tata cara pengajuannya saja yang berlaku secara mutatis-mutandis dengan pengajuan pendirian.

Ketiga, menurut Permenkumham No.M.HH-01.AH.01.01 TAHUN 2011 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan Badan Hukum dan Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar serta Penyampaian Pemberitahuan Perubahan Anggaran Dasar dan Perubahan Data Perseroan (disingkat Permenkumham 2011) sebagai pengganti Permenkumham 2009. Di sini, substansi pengaturannya sama dengan Permenkumham 2009, yaitu 30 (tigapuluh) hari sejak tanggal akta notaris. Namun, ketentuan kedaluwarsanya hanya tegas dinyatakan untuk permohonan persetujuan perubahan saja, sedangkan untuk pemberitahuan perubahan berlaku secara mutatis-mutandis dengan pengajuan permohonan persetujuan perubahan AD tersebut.

Terakhir, menurut Permenkumham No.4 Tahun 2014, yang telah diubah dengan Permenkumham No.1 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan Badan Hukum dan Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar serta Penyampaian Pemberitahuan Perubahan Anggaran Dasar dan Perubahan Data Perseroan Terbatas (disingkat Permenkumham 2016) sebagai pengganti Permenkumham 2011. Pengaturan soal kedaluwarsa pengajuan pengesahan pendirian dan persetujuan perubahan kini jelas terpisah, yaitu 60 (enampuluh) hari untuk pendirian dan 30 (tigapuluh) hari untuk  persetujuan perubahan  AD terhitung sejak tanggal akta notaris. Namun, tidak ada ketentuan mengenai kedaluwarsa untuk pemberitahuan perubahan AD seperti sebelumnya.

Berlakunya Permenkumham 2016 dapat memberikan penafsiran hukum bahwa untuk pengajuan pemberitahuan perubahan AD saja, tidak berlaku jangka waktu kedaluwarsa sebagaimana yang telah ditetapkan oleh UU PT. Pertanyaannya, ketika peraturan pelaksana luput merinci pengaturan yang telah ditetapkan oleh suatu undang-undang, apakah ketentuan undang-undang tersebut bisa begitu saja dikesampingkan? Kalau dikaitkan dengan prinsip kekuatan mengikat undang-undang, maka peraturan pelaksana seperti itu dapat dikatakan tidak memiliki kekuatan yang mengikat dan tetap harus merujuk ketentuan yang lebih tinggi hirarkinya. Memang, Permenkumham 2016 juga tidak menutup kemungkinan tersebut (ketentuan Pasal 16 Permenkumham 2016 yang juga berlaku secara mutatis-mutandis terhadap pengajuan persetujuan dan pemberitahuan), karena pada akhirnya, Menteri berwenang untuk mencabut surat persetujuan maupun surat penerimaannya bila hal-hal yang diajukan tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 

Monday, April 27, 2020

Kedaluwarsa Jangka Waktu Permohonan Persetujuan/Pemberitahuan Perubahan Anggaran Dasar

Ketika Perseroan Terbatas (PT) hendak melakukan perubahan anggaran dasar, misalnya ketika akan menambah permodalan, baik modal dasar (limit modal yang diperbolehkan) maupun modal setor, ataupun ketika akan menambah kegiatan usaha baru, maka perubahan tersebut harus mendapatkan persetujuan terlebih dahulu atau perubahannya dilaporkan dari Menteri terkait, dalam hal ini Menteri Hukum dan HAM. Perubahan tersebut juga harus dituangkan dalam bentuk akta notaris, baik yang berbentuk akta berita acara RUPS ataupun akta pernyataan keputusan RUPS yang dibuat berdasarkan notulen RUPS ataupun berbentuk keputusan sirkuler (keputusan diluar RUPS).

Setelah perubahan AD telah disetujui atau telah diterima pemberitahuannya, maka Menteri akan menerbitkan produk hukum berupa Surat Keputusan atau Surat Penerimaan dari Menteri yang menyatakan bahwa perubahan AD tersebut telah disetujui atau telah diterima pemberitahuannya dan telah tercatat dalam Daftar Perseroan.

Namun, ada satu hal penting yang perlu diperhatikan untuk mendapatkan persetujuan ataupun untuk melaporkan pemberitahuan perubahan AD. Permohonan persetujuan atau pemberitahuan tersebut harus diajukan kepada Menteri dalam jangka waktu yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang Perseroan Terbatas (UU PT). Ketentuan Pasal 21 ayat (7) dan (8) menetapkan bahwa pengajuan persetujuan maupun pemberitahuan perubahan AD dilakukan paling lambat dalam waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal akta notaris yang memuat perubahan AD tersebut.

Jadi, dalam hal akta notaris yang dibuat berbentuk akta berita acara RUPS (tertanggal bersamaan dengan tanggal RUPS), maka permohonannya segera langsung dilakukan dalam waktu 30 hari (tentunya, dengan tidak memperhitungkan tanggal akta notaris). Namun, bila RUPS tidak dibuat dengan kehadiran notaris dan perubahannya hanya dituangkan dalam bentuk notulen/risalah rapat atau bahkan berbentuk sirkuler (keputusan para pemegang saham yg diedarkan), maka undang-undang (Pasal 21 ayat [5] dan [6] UU PT) memberikan waktu 30 hari sejak tanggal keputusan RUPS/sirkuler untuk menotariilkan notulen atau sirkuler tersebut dihadapan notaris. Kemudian, untuk permohonan persetujuan atau pemberitahuannya, diberikan waktu 30 hari lagi sejak tanggal akta notarisnya. Artinya, terdapat rentang waktu maksimal 60 hari untuk menuju proses permohonannya. 

Lantas, bagaimana halnya bila jangka waktu permohonan atau pemberitahuan tersebut terlampaui atau kedaluwarsa? Berdasarkan ketentuan Pasal 21 ayat (9) UU PT, maka permohonan persetujuan atau pemberitahuan perubahan anggaran dasar tidak dapat lagi diajukan atau disampaikan kepada Menteri. Dalam penjelasannya disebutkan bahwa dalam hal permohonan tetap diajukan, Menteri wajib menolak permohonan atau pemberitahuan tersebut. Artinya, untuk memperoleh persetujuan ataupun mengajukan pemberitahuan perubahan AD, maka mau tidak mau harus kembali dilaksanakan RUPS dengan menegaskan kembali perubahan AD yang telah disetujui ataupun membuat sirkuler keputusan pemegang saham yang baru.

Memang, ada semacam perbedaan pendapat terkait dengan sahnya keputusan RUPS bila dihubungkan dengan ketentuan jangka waktu tadi. Di satu sisi, RUPS merupakan organ perseroan yang sah dan keputusan yang diambilnya pun telah melalui mekanisme sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku sehingga tidak ada alasan untuk mengulangi keputusan yang sama, kecuali perubahan tersebut ditolak atau tidak disetujui oleh Menteri. Di sisi lain, undang-undangpun hanya menyatakan bahwa yang tidak dapat diproses itu adalah permohonan atau pengajuannya saja, bukan terhadap substansi keputusan perubahan tersebut. 

Selain itu, dari perspektif pengertian perlunya persetujuan Menteri atau cukup pemberitahuan saja, maka seharusnya dibedakan perlakuan hukumnya, baik terkait jangka waktu maupun keperluan untuk RUPS ulang. Persetujuan Menteri merupakan bentuk pengesahan dari suatu perbuatan hukum. Sebelum mendapat persetujuan, maka perbuatan hukum tersebut tersebut belumlah mengikat baik terhadap organ-organ perseroan maupun pihak ketiga. Logika hukumnya, dapat diterima seandainya diperlukan pelaksanaan RUPS yang baru. Namun, tidak demikian seharusnya terhadap perubahan-perubahan yang hanya cukup diberitahukan saja. Dalam hal ini, perbuatan hukumnya dianggap telah mengikat organ-organ perseroan sehingga tidak relevan lagi RUPS untuk dilangsungkan kembali hanya karena formalitas pemberitahuannya belum terpenuhi.    

Walaupun demikian, undang-undang memang tidak memberikan celah sedikitpun sehingga permohonan atau pemberitahuan perubahan AD dapat dilakukan tanpa kembali melakukan RUPS atau membuat sirkuler baru. Bila berencana akan membuat akta penegasan kembali, tentu akta penegasan yang dimaksud harus dibuat berdasarkan notulen RUPS Penegasan juga, yang agendanya menegaskan kembali hasil keputusan RUPS yang telah diambil oleh RUPS sebelumnya atau dibuat berdasarkan sirkuler yang baru. Akta penegasan kembali tidak mungkin dibuat berdasarkan hasil keputusan RUPS yang kedaluwarsa. Ketentuan Pasal 21 ayat (6) tegas menyatakan bahwa perubahan AD tidak dapat dinotariilkan setelah lewat 30 hari sejak tanggal keputusan RUPS. 

Sunday, April 26, 2020

Keberlakuan Perubahan Anggaran Dasar Perseroan Terbatas (PT)

Anggaran dasar suatu Perseroan Terbatas (PT) merupakan ketentuan-ketentuan dan aturan mendasar yang menjadi patokan organ-organ perseroan dalam bertindak atau menjalankan tugasnya. Ketentuan dan aturan anggaran dasar ini disepakati oleh para pihak (para pendiri perseroan) pada saat pendirian perseroan. Kesemuanya dituangkan dalam akta pendirian PT yang dibuat dihadapan notaris. Dalam sebuah akta pendirian PT, bagian yang disebut anggaran dasar adalah isi dari pasal per pasal. 

Walaupun anggaran dasar PT merupakan kesepakatan para pendirinya, namun, ketentuan atau aturan mendasar tersebut tidak boleh melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Menurut UU Perseroan Terbatas No.40 Tahun 2007 (UU PT), anggaran dasar PT setidak-tidaknya menetapkan dan mengatur beberapa hal, diantaranya yaitu nama dan tempat kedudukan, kegiatan usaha, jangka waktu berdiri, permodalan dan saham berikut hak-haknya, penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) serta kepengurusan Direksi dan Dewan Komisaris berikut tata cara pengangkatan, penggantian, pemberhentiannya.

Di dalam perjalanannya, semua ketentuan dan aturan dasar dalam anggaran dasar tersebut dapat disesuaikan atau diubah (tentunya kembali lagi, dengan tidak melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku), misalnya ketika perusahaan akan melakukan ekspansi atau perluasan/pengembangan usaha.

Dalam hal terjadi perubahan anggaran dasar, maka perubahan tersebut harus mendapat persetujuan dari RUPS terlebih dahulu. Selain itu, perubahan anggaran dasar dimaksud harus dinyatakan dalam akta notaris untuk kemudian mendapat persetujuan dari Menteri terkait, dalam hal ini Menteri Hukum dan HAM. Akta notaris yang dimaksudkan berbentuk akta berita acara RUPS yang dibuat pada saat RUPS berlangsung (akta relaas) atau akta pernyataan keputusan RUPS yang dibuat berdasarkan notulen/risalah atau berita acara rapat ataupun keputusan sirkuler yang dibuat secara dibawah tangan.

Walau demikian, tidak semua perubahan anggaran dasar memerlukan persetujuan dari Menteri. Menurut ketentuan Pasal 21 UU PT, ada beberapa perubahan anggaran dasar yang harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan Menteri. Perubahan tersebut meliputi perubahan nama, tempat kedudukan, maksud dan tujuan serta kegiatan usaha, jangka waktu berdiri, penambahan atau penurunan modal dasar, penurunan modal ditempatkan dan disetor serta perubahan status Perseroan, dari tertutup menjadi Perseroan Terbuka atau sebaliknya. Produk hukum persetujuannya berupa Surat Keputusan dari Menteri yang menyatakan bahwa perubahan tersebut telah disetujui dan artinya telah tercatat dalam Daftar Perseroan.

Terkait dengan keberlakuan perubahan anggaran dasar, hal ini ditegaskan dalam ketentuan Pasal 23 ayat (1) UU PT bahwa perubahan anggaran dasar berlaku sejak tanggal diterbitkannya surat persetujuan Menteri, kecuali beberapa perubahan anggaran dasar tertentu. Bila terkait perubahan status perseroan menjadi Perseroan Terbuka, maka perubahannya berlaku sejak tanggal pernyataan efektif (Pasal 25 UU PT) atau sejak tanggal dilaksanakannya Penawaran Umum. Selain itu, bila perubahannya dilakukan dalam rangka penggabungan atau pengambilalihan, maka perubahannya bisa saja berlaku sejak tanggal kemudian yang ditetapkan dalam persetujuan Menteri, atau tanggal kemudian yang ditetapkan dalam akta penggabungan atau pengambilalihan.

Selain harus mendapat persetujuan dari Menteri, ada juga perubahan anggaran dasar (selain yang telah disebutkan sebelumnya) yang tidak memerlukan persetujuan dari Menteri, melainkan cukup diberitahukan saja kepada Menteri. Produk hukum pemberitahuannya berupa Surat dari Menteri terkait yang menyatakan bahwa pemberitahuan perubahan tersebut telah diterima dan tercatat dalam Daftar Perseroan. 

Terkait dengan keberlakuan perubahan anggaran dasar yang tidak memerlukan persetujuan Menteri, maka berdasarkan ketentuan Pasal 23 ayat (2) perubahan tersebut berlaku sejak tanggal diterbitkannya surat penerimaan atas pemberitahuan perubahan tersebut oleh Menteri. 

Tanggal berlakunya perubahan anggaran dasar yang memerlukan persetujuan maupun yang tidak memerlukan persetujuan menurut UU PT adalah sama, yaitu sejak tanggal dikeluarkannya surat Menteri. Namun, terdapat perbedaan konsekuensi hukum terkait aspek keberlakuan antara keduanya

Bila perubahan anggaran dasar memerlukan persetujuan Menteri terlebih dahulu, maka dapat diartikan sebelum persetujuan diberikan, perubahan tersebut belum berlaku, baik secara internal terhadap organ-organ perseroan, maupun terhadap pihak ketiga atau pihak eksternal. Inilah yang membedakan kedudukan hukum antara persetujuan dan pemberitahuan kepada Menteri. Tanpa persetujuan Menteri, perubahan anggaran dasar tersebut belum memiliki kekuatan hukum yang mengikat, baik ke dalam maupun keluar.

Sebaliknya, bila perubahan anggaran dasar hanya cukup diberitahukan kepada Menteri, maka dapat diartikan bahwa perubahan tersebut telah berlaku (mengikat secara hukum) terhadap organ-organ perseroan sebagaimana yang ditetapkan dalam RUPS, namun belum berlaku terhadap (mengikat) pihak ketiga selama pemberitahuannya belum diterima oleh Menteri dan dicatatkan ke dalam Daftar Perseroan.

Dalam hal ini, keberlakuan terhadap pihak ketiga berkaitan dengan asas publisitas bahwa sejak diterbitkannya surat persetujuan maupun surat penerimaan pemberitahuan oleh Menteri tersebut, maka sejak saat itulah profile atau data-data perseroan tersebut dapat diakses oleh pihak ketiga (umum) (Pasal 29 ayat [6] UU PT). Selain membuka akses terhadap Daftar Perseroan, Menteri juga ditugaskan untuk mengumumkan perubahan anggaran dasar tersebut ke dalam Berita Negara (Pasal 30 UU PT).