Thursday, November 16, 2017

Peranan Saksi Akta dalam (Pembuatan) Akta Notaris

Berbicara soal saksi sebenarnya tidak lepas dari persoalan pembuktian. Dalam pembuktian di pengadilan misalnya, keterangan saksi diperlukan untuk memperkuat keyakinan hakim dalam memutuskan perkara. Oleh karenanya, seorang saksi (saksi fakta) haruslah orang-orang yang mendengar atau melihat atau mengalami sendiri mengenai suatu perkara (terlepas dari Putusan MK No.65/PUU-VIII/2010 yang memperluas pengertian saksi).

Dalam akta notaris, peranan saksi juga hampir sama. Walaupun demikian, dikenal ada dua jenis saksi dalam akta notaris, yaitu 1) saksi pengenal dan 2) saksi akta (saksi instrumentair). Peranan saksi pengenal agak berbeda. Saksi pengenal berfungsi untuk memberikan semacam kredibilitas dari penghadap kepada Notaris, yang diwajibkan undang-undang harus mengenal(i) penghadap yang membuat akta. Di jaman kartu identitas belum populer, peranan saksi penghadap memang cukup penting sehingga dapat memberikan keyakinan kepada Notaris mengenai jati diri penghadap. Selain oleh saksi pengenal, penghadap juga dapat diperkenalkan oleh 2 orang penghadap lainnya (surrogaat pengenalan). Saat ini, identitas penghadap umumnya dibuktikan dengan menunjukkan KTP, kemudian Notaris di dalam aktanya akan menyebutkan bahwa penghadap dikenal Notaris dari identitasnya. Saksi jenis yang kedua, yaitu saksi akta, lebih merujuk pada saksi fakta sebagaimana dalam suatu perkara pembuktian. Saksi akta merupakan syarat mutlak untuk sebuah akta notaris sehingga akta notaris tersebut dapat dikatakan autentik. Jumlah saksi akta minimal 2 orang saksi. Saksi akta juga harus dikenal sendiri oleh Notaris, namun bisa juga diperkenalkan oleh penghadap (kalaulah mereka membawa sendiri saksi aktanya). Walaupun demikian, menurut G.H.S. Lumban Tobing S.H., saksi instrumentair juga dapat memperkenalkan penghadap. Dalam hal ini mereka menjadi saksi-saksi yang memperkenalkan (attesterende getuigen).

Untuk menjadi saksi akta (saksi instrumentair), seorang saksi haruslah memenuhi persyaratan yang telah ditentukan, yaitu (Pasal 40 UU Jabatan Notaris):
1. Paling rendah berumur 18 (delapan belas) tahun atau sebelumnya telah menikah;
2. Cakap melakukan perbuatan hukum;
3. Mengerti bahasa yang digunakan dalam Akta;
4. Dapat membubuhkan tanda tangan dan paraf; dan
5. Tidak mempunyai hubungan perkawinan atau hubungan darah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah tanpa pembatasan derajat dan garis ke samping sampai dengan derajat ketiga dengan Notaris atau para pihak.

Pertanyaannya, sejauh mana peranan saksi akta dalam sebuah proses pembuatan akta sekaligus untuk pembuktiannya kalau diperlukan. Berdasarkan ketentuan UU Jabatan Notaris, dalam pembuatan akta, Notaris harus membacakan akta tersebut kepada para penghadap dihadapan saksi-saksi. Sebagaimana syarat menjadi seorang saksi akta, maka apa yang dibacakan oleh Notaris haruslah yang dapat dimengerti oleh saksi-saksi. Artinya, peranannya tidak cukup sebagai saksi belaka sebagaimana definisi saksi fakta dalam hukum acara, melainkan juga harus dapat memahami akta yang dibacakan kepadanya. Walaupun demikian, masih ada perbedaan pandangan mengenai apakah saksi akta haruslah mereka yang mengerti seluk beluk (aspek  formal pembuatan akta) pekerjaan Notaris atau cukuplah yang mampu memahami isi akta saja. Bila dilihat dari syarat untuk menjadi seorang saksi akta, cukuplah saksi akta tersebut memahami atau mengerti bahasa yang dipergunakan dalam akta, yang prinsipnya harus dibuat dalam bahasa Indonesia.  

Hal pasti yang disebutkan dalam UU Jabatan Notaris adalah bahwa akta notaris juga harus dibacakan oleh Notaris kepada saksi akta dan juga ditandatangani oleh saksi akta. Di sini, saksi akta berperan menyaksikan 2 tahapan penting dari pembuatan akta, yaitu proses pembacaan dan penandatanganan (pengesahan) akta. Pembacaan akta merupakan suatu tahapan guna mengkonfirmasi agar hal-hal yang dinyatakan dalam akta telah benar-benar sesuai dengan maksud para pihak, sedangkan penandatanganan akta merupakan bentuk persetujuan dari para pihak atas isi akta tersebut. Dengan penandatanganan akta, para pihak telah tegas menyatakan persetujuannya atas isi akta sehingga tidak dapat disangkal lagi.   

Mereka yang menjadi saksi akta haruslah memahami peranannya dalam suatu akta notaris. Dalam kenyataannya, seringkali saksi akta diperlukan keterangannya dalam membuat terang suatu perkara. Ada beberapa hal penting yang perlu diketahui oleh saksi akta mengenai keterlibatannya dalam pembuatan akta. Pertama, saksi akta ikut menyaksikan kehadiran penghadap dalam proses pembacaan maupun penandatanganan akta notaris. Kedua, saksi akta ikut menyaksikan pembacaan akta oleh Notaris kepada para penghadap maupun kepada para saksi. Ketiga, saksi akta ikut menyaksikan penandatanganan akta baik oleh para penghadap maupun oleh Notaris itu sendiri. Dari sini, seorang saksi akta harus dapat memberikan kesaksian mengenai identitas penghadap bahwa benar penghadap tersebut yang menghadap Notaris untuk membuat akta sebagaimana yang dibacakan kepadanya dan bahwa benar Notaris telah membacakan isi akta sesuai keingian atau kesepakatan para penghadap sekaligus bahwa benar para penghadap tersebut telah memberikan persetujuannya dengan membubuhkan tanda tangan. 

Jadi, saksi akta pada prinsipnya hanya terlibat dalam 2 tahapan pembuatan akta, yaitu tahap pembacaan dan tahap penandatangan akta. Saksi akta tidak didesain untuk menyaksikan teknis pembuatan akta itu sendiri, walaupun prakteknya seringkali akta tersebut memang didraft oleh para saksi akta. Dikaitkan dengan peranan saksi akta dalam proses pembuktian, maka apa yang menjadi kompetensi saksi akta hanyalah seputar kebenaran atas pembacaan dan penandatanganan akta saja sebagaimana yang ditetapkan dalam UU Jabatan Notaris bahwa benar saksi akta telah menyaksikan para penghadap hadir untuk membuat dan menandatangani akta tersebut setelah dibacakan. Terkait isi akta, saksi akta hanya kompeten untuk menjamin bahwa aktanya telah dibacakan dan disetujui oleh para pihak, tidak lebih dari itu karena atas pembuatan akta tersebut kesemuanya merupakan kewenangan dan menjadi tanggung jawab Notaris.

Saksi akta juga diharuskan ikut menandatangani akta notaris. Di sini, penandatanganan akta oleh saksi akta merupakan bentuk persetujuannya atas akta yang telah dibuat saat itu, baik mengenai isi aktanya, maupun mengenai formalitas pembuatannya. Artinya, apa-apa yang dimaksudkan oleh para pihak adalah tak lain dan tak bukan sebagaimana yang dinyatakan atau tertulis dalam akta tersebut. Apa yang tertulis dalam akta notaris, itulah yang menjadi pernyataan dan kenyataan yang benar, karena sebagai akta autentik, akta notaris memiliki kemampuan untuk membuktikan dirinya sendiri (kekuatan pembuktian lahiriah), kecuali memang dapat dibuktikan sebaliknya. Artinya, untuk membuktikan kebalikannya, harus dibuktikan dengan bukti-bukti lain, bukan dari akta notaris itu sendiri, misalnya dari keterangan saksi akta.

Kedudukan saksi akta secara formal tetaplah sebagai saksi saja. Berbeda dengan Notaris sebagai pihak yang mengesahkan akta tersebut. Namun tak dapat disangkal bahwa tanpa kehadiran saksi, maka akta notaris juga tidak dapat disebut sebagai akta autentik sehingga sebenarnya saksi akta juga turut serta dalam mengesahkan akta autentik. 






Friday, November 10, 2017

Kekuatan Pembuktian Akta Notarial, Legalisasi, dan Waarmerking

Notariat (jabatan notaris) merupakan jabatan yang selalu berhubungan dengan akta, tak lain karena tugas utama Notaris adalah untuk membuat bukti tertulis mengenai perbuatan, perjanjian atau penetapan yang dikehendaki oleh pihak-pihak yang berkepentingan atau berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk dinyatakan dalam akta.

Akta merupakan surat atau tulisan yang ditandatangani yang dibuat sebagai bukti. Menurut KBBI, lingkup pengertian akta diartikan lebih sempit, yaitu surat tanda bukti berisi pernyataan (keterangan, pengakuan, keputusan, dan sebagainya) tentang peristiwa hukum yang dibuat menurut peraturan yang berlaku, disaksikan dan disahkan oleh pejabat resmi. Pengertian akta menurut KBBI ini lebih mendekati pengertian dari akta autentik (bentuk tak baku: akta otentik). Walaupun demikian, akta yang dibuat pejabat resmi tidak selalu merupakan akta atentik. Pengertian akta autentik secara spesifik dapat dilihat pada Pasal 1868 KUH Perdata yang menyatakan bahwa suatu akta autentik ialah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-undang oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat akta itu dibuat. Notaris merupakan salah satu profesi yang ditunjuk untuk membuat akta autentik.

Oleh karena demi kepentingan pembuktian (Pasal 1867 KUH Perdata), dikenal dua jenis akta, yaitu 1) Akta dibawah tangan, dan 2) Akta autentik. Hal yang membedakan antara akta dibawah tangan (lazim disebut surat dibawah tangan) dan akta autentik adalah terkait kekuatan pembuktiannya. Akta autentik memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna tentang apa yang termuat di dalamnya. Disebut sempurna sebenarnya karena hal-hal yang dibuktikan dengan tulisan tersebut tak dapat lagi disanggah. Wujud akta berupa akta autentik memberikan suatu kekuatan pembuktian yang sempurna yang tidak dimiliki akta dibawah tangan. Wujud yang dimaksud disini bukanlah terkait bentuknya yang sudah ditetapkan oleh undang-undang, melainkan merujuk pada kemampuan akta autentik untuk membuktikan dirinya sendiri sebagai alat bukti yang sempurna (kekuatan pembuktian lahiriah). Karenanya, atas akta autentik tak diperlukan alat bukti lainnya untuk membuktikan hal-hal yang dinyatakan didalam akta autentik tersebut. Dengan akta autentik, hal-hal yang dinyatakan didalamnya benar merupakan pernyataan yang sesungguhnya (kekuatan pembuktian formal). Dengan akta autentik, hal-hal yang dinyatakan didalam akta autentik tersebut benar merupakan kenyataan yang sebenarnya (kekuatan pembuktian material).  

Akta notaris atau akta notarial sebagai akta autentik haruslah memenuhi syarat-syarat sebagai akta autentik. Bentuknya saja sebagai akta notarial tidak otomatis membuktikan sebagai akta autentik. Dalam UU Jabatan Notaris sendiri ditegaskan bahwa apabila tidak dibuat sesuai ketentuan yang berlaku, baik mengenai formalitasnya maupun mengenai substansinya, maka kekuatan pembuktian akta notarial bisa saja mengalami degradasi menjadi setara akta dibawah tangan.

Tugas dan wewenang Notaris tidak saja membuat akta autentik, melainkan juga dapat memberikan pelayanan lain atas akta-akta dibawah tangan, yaitu memastikan tanggal penandatanganan akta dibawah tangan sekaligus memastikan bahwa para pihak yang sebenarnya yang memberikan persetujuannya (dalam bentuk tandatangan). Kewenangan ini disebut legalisasi atau pengesahan akta dibawah tangan. Untuk melegasisasi surat dibawah tangan, maka para pihak yang membuat surat tersebut harus menghadap Notaris. Setelah Notaris menjelaskan isi surat tersebut, maka para pihak memberikan tanggal dan menandatangani surat di hadapan Notaris. Dalam praktek, Notaris hanya menyatakan telah menyaksikan proses penandatanganan surat, tidak disebutkan telah menjelaskan isi surat tersebut, apalagi membacakannya. Harusnya, isi surat yang akan dilegalisasi harus dibacakan atau dijelaskan. Walaupun demikian, dapat dipahami apabila Notaris menyatakan bahwa hanya menyaksikan penandatanganan surat. UU Jabatan Notaris menyebutkan bahwa Notaris diberikan kewenangan untuk mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan, tidak diharuskan untuk membacakannya. Isi surat diluar tanggung jawab Notaris, mungkin demikian gambarannya. Surat yang telah dilegalisasi kemudian diberi nomor dan tanggal yang sama oleh Notaris dan didaftarkan ke dalam buku khusus legalisasi (Daftar Akta Bawah Tangan yang Disahkan). 

Selain melegalisasi akta dibawah tangan, Notaris juga diberi kewenangan untuk membukukan surat di bawah tangan dengan mendaftarkannya ke dalam buku khusus pembukuan. Kewenangan ini lazim disebut waarmerking. Untuk mendaftarkan surat-surat dibawah tangan, para pihak dapat membawa surat tersebut (setelah ditandatangani) ke hadapan Notaris untuk kemudian dicatatkan (dibukukan) ke dalam buku khusus waarkerming. Di sini, Notaris hanya membubuhkan cap jabatan (dan ditandatangani) serta memberikan nomor dan tanggal pembukuan pada surat tersebut. Notaris tidak ikut menyaksikan atau mengesahkan penandatangan surat. Hal yang dijamin oleh Notaris disini adalah kepastian tanggal pembukuan surat bahwa benar surat tersebut telah terdaftar pada tanggal pembukuan tersebut. Notaris tidak menjamin isi akta maupun kebenaran pihak-pihak yang menandatanganinya.

Baik akta notarial, akta legalisasi maupun akta waarmerking masing-masing memiliki batas-batas kekuatan pembuktian. Akta notarial memiliki kekuatan yang sempurna, dalam arti tak lagi memerlukan alat bukti lainnya. Akta notarial memiliki kekuatan pembuktian baik secara lahiriah, formal maupun material. Sampai ada pembuktian sebaliknya, maka akta notarial dianggap alat bukti yang cukup (tidak diperlukan dukungan pembuktian lainnya). Akta legalisasi setidaknya memiliki kekuatan pembuktian formal (bila dibacakan atau dijelaskan kepada para pihaknya) bahwa benar akta tersebut dibuat sesuai kehendak para pihak yang membuatnya. Di sini, Notaris menjamin bahwa pihak yang menandatangani akta adalah benar-benar yang membuat akta tersebut. Sementara, akta waarmerking prinsipnya juga memiliki kekuatan pembuktian formal walaupun sifatnya lemah, tak sekuat pembuktian akta legalisasi karena tidak terjamin tanggal akta maupun pihak-pihak yang menyatakannya. Sederhananya, akta atau surat waarmerking hanya menyatakan bahwa surat atau akta tersebut memang pernah ada (eksis), namun tidak diketahui apakah benar-benar dibuat oleh para pihak yang menandatanganinya. Walaupun demikian, terkait kelemahan kekuatan pembuktian baik atas akta legalisasi maupun akta waarmerking, Pasal 1875 KUH Perdata menyatakan bahwa kekuatan pembuktian akta dibawah tangan akan menjadi setara akta autentik dengan cukup mengakui kebenaran akta di bawah tangan tersebut karena dengan cara demikian tidak ada lagi hal-hal yang perlu dibuktikan, bukan?


Notaris