Friday, November 10, 2017

Kekuatan Pembuktian Akta Notarial, Legalisasi, dan Waarmerking

Notariat (jabatan notaris) merupakan jabatan yang selalu berhubungan dengan akta, tak lain karena tugas utama Notaris adalah untuk membuat bukti tertulis mengenai perbuatan, perjanjian atau penetapan yang dikehendaki oleh pihak-pihak yang berkepentingan atau berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk dinyatakan dalam akta.

Akta merupakan surat atau tulisan yang ditandatangani yang dibuat sebagai bukti. Menurut KBBI, lingkup pengertian akta diartikan lebih sempit, yaitu surat tanda bukti berisi pernyataan (keterangan, pengakuan, keputusan, dan sebagainya) tentang peristiwa hukum yang dibuat menurut peraturan yang berlaku, disaksikan dan disahkan oleh pejabat resmi. Pengertian akta menurut KBBI ini lebih mendekati pengertian dari akta autentik (bentuk tak baku: akta otentik). Walaupun demikian, akta yang dibuat pejabat resmi tidak selalu merupakan akta atentik. Pengertian akta autentik secara spesifik dapat dilihat pada Pasal 1868 KUH Perdata yang menyatakan bahwa suatu akta autentik ialah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-undang oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat akta itu dibuat. Notaris merupakan salah satu profesi yang ditunjuk untuk membuat akta autentik.

Oleh karena demi kepentingan pembuktian (Pasal 1867 KUH Perdata), dikenal dua jenis akta, yaitu 1) Akta dibawah tangan, dan 2) Akta autentik. Hal yang membedakan antara akta dibawah tangan (lazim disebut surat dibawah tangan) dan akta autentik adalah terkait kekuatan pembuktiannya. Akta autentik memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna tentang apa yang termuat di dalamnya. Disebut sempurna sebenarnya karena hal-hal yang dibuktikan dengan tulisan tersebut tak dapat lagi disanggah. Wujud akta berupa akta autentik memberikan suatu kekuatan pembuktian yang sempurna yang tidak dimiliki akta dibawah tangan. Wujud yang dimaksud disini bukanlah terkait bentuknya yang sudah ditetapkan oleh undang-undang, melainkan merujuk pada kemampuan akta autentik untuk membuktikan dirinya sendiri sebagai alat bukti yang sempurna (kekuatan pembuktian lahiriah). Karenanya, atas akta autentik tak diperlukan alat bukti lainnya untuk membuktikan hal-hal yang dinyatakan didalam akta autentik tersebut. Dengan akta autentik, hal-hal yang dinyatakan didalamnya benar merupakan pernyataan yang sesungguhnya (kekuatan pembuktian formal). Dengan akta autentik, hal-hal yang dinyatakan didalam akta autentik tersebut benar merupakan kenyataan yang sebenarnya (kekuatan pembuktian material).  

Akta notaris atau akta notarial sebagai akta autentik haruslah memenuhi syarat-syarat sebagai akta autentik. Bentuknya saja sebagai akta notarial tidak otomatis membuktikan sebagai akta autentik. Dalam UU Jabatan Notaris sendiri ditegaskan bahwa apabila tidak dibuat sesuai ketentuan yang berlaku, baik mengenai formalitasnya maupun mengenai substansinya, maka kekuatan pembuktian akta notarial bisa saja mengalami degradasi menjadi setara akta dibawah tangan.

Tugas dan wewenang Notaris tidak saja membuat akta autentik, melainkan juga dapat memberikan pelayanan lain atas akta-akta dibawah tangan, yaitu memastikan tanggal penandatanganan akta dibawah tangan sekaligus memastikan bahwa para pihak yang sebenarnya yang memberikan persetujuannya (dalam bentuk tandatangan). Kewenangan ini disebut legalisasi atau pengesahan akta dibawah tangan. Untuk melegasisasi surat dibawah tangan, maka para pihak yang membuat surat tersebut harus menghadap Notaris. Setelah Notaris menjelaskan isi surat tersebut, maka para pihak memberikan tanggal dan menandatangani surat di hadapan Notaris. Dalam praktek, Notaris hanya menyatakan telah menyaksikan proses penandatanganan surat, tidak disebutkan telah menjelaskan isi surat tersebut, apalagi membacakannya. Harusnya, isi surat yang akan dilegalisasi harus dibacakan atau dijelaskan. Walaupun demikian, dapat dipahami apabila Notaris menyatakan bahwa hanya menyaksikan penandatanganan surat. UU Jabatan Notaris menyebutkan bahwa Notaris diberikan kewenangan untuk mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan, tidak diharuskan untuk membacakannya. Isi surat diluar tanggung jawab Notaris, mungkin demikian gambarannya. Surat yang telah dilegalisasi kemudian diberi nomor dan tanggal yang sama oleh Notaris dan didaftarkan ke dalam buku khusus legalisasi (Daftar Akta Bawah Tangan yang Disahkan). 

Selain melegalisasi akta dibawah tangan, Notaris juga diberi kewenangan untuk membukukan surat di bawah tangan dengan mendaftarkannya ke dalam buku khusus pembukuan. Kewenangan ini lazim disebut waarmerking. Untuk mendaftarkan surat-surat dibawah tangan, para pihak dapat membawa surat tersebut (setelah ditandatangani) ke hadapan Notaris untuk kemudian dicatatkan (dibukukan) ke dalam buku khusus waarkerming. Di sini, Notaris hanya membubuhkan cap jabatan (dan ditandatangani) serta memberikan nomor dan tanggal pembukuan pada surat tersebut. Notaris tidak ikut menyaksikan atau mengesahkan penandatangan surat. Hal yang dijamin oleh Notaris disini adalah kepastian tanggal pembukuan surat bahwa benar surat tersebut telah terdaftar pada tanggal pembukuan tersebut. Notaris tidak menjamin isi akta maupun kebenaran pihak-pihak yang menandatanganinya.

Baik akta notarial, akta legalisasi maupun akta waarmerking masing-masing memiliki batas-batas kekuatan pembuktian. Akta notarial memiliki kekuatan yang sempurna, dalam arti tak lagi memerlukan alat bukti lainnya. Akta notarial memiliki kekuatan pembuktian baik secara lahiriah, formal maupun material. Sampai ada pembuktian sebaliknya, maka akta notarial dianggap alat bukti yang cukup (tidak diperlukan dukungan pembuktian lainnya). Akta legalisasi setidaknya memiliki kekuatan pembuktian formal (bila dibacakan atau dijelaskan kepada para pihaknya) bahwa benar akta tersebut dibuat sesuai kehendak para pihak yang membuatnya. Di sini, Notaris menjamin bahwa pihak yang menandatangani akta adalah benar-benar yang membuat akta tersebut. Sementara, akta waarmerking prinsipnya juga memiliki kekuatan pembuktian formal walaupun sifatnya lemah, tak sekuat pembuktian akta legalisasi karena tidak terjamin tanggal akta maupun pihak-pihak yang menyatakannya. Sederhananya, akta atau surat waarmerking hanya menyatakan bahwa surat atau akta tersebut memang pernah ada (eksis), namun tidak diketahui apakah benar-benar dibuat oleh para pihak yang menandatanganinya. Walaupun demikian, terkait kelemahan kekuatan pembuktian baik atas akta legalisasi maupun akta waarmerking, Pasal 1875 KUH Perdata menyatakan bahwa kekuatan pembuktian akta dibawah tangan akan menjadi setara akta autentik dengan cukup mengakui kebenaran akta di bawah tangan tersebut karena dengan cara demikian tidak ada lagi hal-hal yang perlu dibuktikan, bukan?


Notaris  



No comments:

Post a Comment