Thursday, June 8, 2017

Pemegang Saham Tidak Melakukan Penyetoran Modal

Perseroan Terbatas (Perseroan) merupakan suatu badan hukum yang terdiri atas kumpulan modal uang (yang dibagi-bagi dalam bentuk saham). Dari perspektif awam, Perseroan merupakan badan usaha yang bertujuan komersil, mencari keuntungan dari modal bersama. Artinya, ketika membentuk suatu Perseroan, modal (bernilai uang) ini menjadi unsur yang utamanya. Kumpulan modal ini kemudian dibagi-bagi dalam bentuk saham yang memiliki nilai nominal dengan total sebanyak modal yang ditetapkan dalam anggaran dasar. 

Pengertian modal dalam Perseroan terbagi menjadi 3, yaitu modal dasar (authorized capital), modal ditempatkan (issued capital) dan modal disetor (paid up capital). Prinsipnya, dari modal dasar tersebut, sebanyak 25% dari modal tersebut harus sudah disetor. Menariknya, muncul ketentuan baru terkait modal dasar. UU PT menentukan bahwa modal dasar Perseroan minimal adalah sebesar Rp.50juta. Namun, PP Perubahan Modal Dasar Perseroan (No.29 Tahun 2016) mengatur bahwa besaran modal dasar sesuai kesepakatan para pendiri (boleh dibawah Rp.50juta), dengan ketentuan bahwa syarat penyetoran sebanyak 25% dari modal tersebut tetap berlaku. Kini, modal ditempatkan (dan juga berarti saham yang telah dikeluarkan) keseluruhannya harus sudah disetorkan/dibayarkan nilainya kepada Perseroan (yang nantinya dipakai oleh Perseroan untuk menjalankan operasional usaha).  Hal ini berbeda dengan ketentuan sebelumnya, bahwa sebelum Perseroan mendapat pengesahan dari Menteri, modal ditempatkan boleh sebagian disetorkan terlebih dahulu. Sisanya disetorkan pada saat Pengesahan Menteri.

Namun, mekanisme pendirian Perseroan online saat ini memungkinkan suatu Perseroan yang telah berdiri tidak memiliki modal sama sekali, bahkan setelah Surat Pengesahan Menteri dikeluarkan. Penyebabnya, pemegang saham tidak atau sama sekali belum melakukan penyetoran saham secara riil sebagaimana yang telah disepakati. UU PT memberikan pengertian bahwa penyetoran modal harus dibuktikan dengan bukti setor yang sah, antara lain berupa bukti setoran pemegang saham ke dalam rekening bank atas nama Perseroan (slip setor rekening Bank), data dari laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan, atau neraca Perseroan yang ditandatangani oleh Direksi dan Dewan Komisaris. Jangka waktu penyetoran modal ini ditetapkan 60 hari setelah akta pendirian Perseroan ditandatangani. Bukti setor tersebut harus dikirim secara online kepada Kementerian. Bila tidak dilakukan, maka akses perubahan terhadap Perseroan dapat terblokir.

Terkait pendirian Perseroan, Kementerian menyerahkan sebagain besar tanggung jawab tersebut kepada Notaris yang melakukan permohonan pengesahan. Notaris hanya disyaratkan untuk memberikan pernyataan bahwa dokumen yang disyaratkan telah lengkap. Atas permohonan pengesahan Perseroan tersebut, setelah disetujui, maka Surat Pengesahan Menteri dapat dicetak sendiri oleh Notaris, dan diserahkan kepada Perseroan.

Lalu, bagaimana dengan kondisi dimana seluruh Pemegang Saham tidak melakukan penyetoran modal sampai batas waktu 60 hari tersebut lewat? Bila demikian, Perseroan tersebut dapat dianggap tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai Perseroan karena keberadaan modal tersebutlah yang menjadi unsur terpenting dari suatu Perseroan. Problematis. Di satu sisi, Surat Pengesahan Menteri merupakan syarat untuk pengajuan izin-izin usaha, NPWP dan pembuatan rekening PT. Di sisi lain, setelah Pengesahan Menteri, Perseroan masih belum memiliki modal yang sebenarnya, padahal UU PT menentukan bahwa penyetoran harus dilakukan secara penuh ketika Perseroan telah disahkan.

No comments:

Post a Comment