Thursday, April 20, 2017

Nama Badan Hukum dalam Suatu Pendirian Perseroan Terbatas (PT)

Badan hukum Perseroan Terbatas (PT) merupakan subyek hukum yang timbul dari perjanjian dan harus disahkan oleh pemerintah berdasarkan undang-undang. Sebagai subyek hukum, maka badan hukum perseroan terbatas harus memiliki nama sebagai identitas, layaknya subyek hukum orang-perseorangan.

Prosedurnya, sebelum para pendiri membuat perjanjian pendirian perseroan terbatas secara notariil, maka nama badan hukum perseroan harus dipesan terlebih dahulu untuk mendapat persetujuan dari Menteri. Saat ini, prosesnya dilakukan secara online, yang dapat dilakukan oleh para pendiri maupun oleh Notaris. Biayanya pemesanan nama harus dibayarkan terlebih dahulu melalui Bank.

Bila nama telah disetujui oleh Menteri, maka nama perseroan diawali dengan singkatan "PT", dan untuk status perusahaan terbuka, maka diakhir nama perseroan diberi singkatan "Tbk", dengan catatan bahwa perseroan tersebut telah mendapat pernyataan pendaftaran dari lembaga pengawas pasar modal atau telah melakukan penawaran umum. Untuk kategori perseroan BUMN, maka nama perseroan ditambahkan dengan kata "Persero".

Dalam menentukan nama suatu perseroan terbatas (PT), para pendiri harus mengikuti ketentuan yang berlaku. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengajuan dan Pemakaian Nama Perseroan Terbatas, diatur bahwa nama perseroan terbatas haruslah ditulis dengan huruf latin dan nama tersebut belum pernah dipakai secara sah oleh perseroan lain atau tidak memiliki kemiripan dengan nama perseroan lain, tidak bertentangan dengan ketertiban umum atau kesusilaan atau tidak sama/mirip dengan nama lembaga negara, lembaga pemerintah, atau lembaga internasional, kecuali telah mendapat izin dari lembaga tersebut. 

Unsur kemiripan yang dimaksud adalah adanya unsur-unsur yang menonjol antara nama perseroan satu dengan yang lain yang dapat menimbulkan kesan adanya persamaan mengenai cara penulisan atau persamaan bunyi ucapan, walaupun pemiliknya adalah sama. Sebagai contoh PT BHAYANGKARA dengan PT BAYANGKARA, PT SAMPURNA dengan PT SAMPOERNA, PT BUMI PERTIWI dengan PT BUMI PRATIWI, PT HIGH-DESERT dengan PT HIGH DESERT, PT JAYA DAN MAKMUR dengan PT DJAJA & MAKMUR.

Nama perseroan juga tidak boleh terdiri atas angka/rangkaian angka, huruf atau rangkaian huruf yang tidak membentuk kata (misalnya "PT ABC", "PT 123"). Nama yang dipakai tidak boleh berupa kata atau memiliki pengertian "perseroan", "badan hukum", atau "persekutuan perdata". Dalam penjelasannya disebutkan sebagai contoh adalah: Ltd, Gmbh, SDN, Sdn, Bhd, PTE, Co., & Co., Inc., NV, atau BV, Usaha Dagang (UD), Koperasi Usaha Dagang (KUD), Incoporated, Associate, Association, SA, SARL, AG.

Nama perseroan juga tidak boleh hanya diambil dari maksud, tujuan serta kegiatan usaha (misalnya "PT Pemborongan dan Pengangkutan"), namun bila namanya diambil dari maksud, tujuan atau kegiatan usaha, maka namanya harus sesuai dengan maksud, tujuan serta kegiatan usaha tersebut, misalnya "PT Satu Pelayaran" bergerak dalam bidang pelayanan atau "PT Alat Konstruksi" bergerak dalam bidang konstruksi.

Dalam hal nama perseroan terbatas juga memiliki nama singkatan, maka nama singkatan harus berupa huruf-huruf awal dari nama perseroan atau merupakan akronim dari nama perseroan, misalnya PT KAI atau PT ASKES. Bila jenis perseroan bukan PMA, maka nama perseroan harus dalam bahasa Indonesia.

Setelah nama mendapat persetujuan Menteri, para pendiri menghadap kepada Notaris dan menandatangani Akta Pendirian Perseroan Terbatas. Penandantanganan akta harus dilakukan selambat-lambatnya 60 hari terhitung sejak tanggal persetujuan Menteri diberikan. Namun, pemakaian nama dapat diperpanjang dan prosesnya secara online dalam waktu H-7. Lebih dari jangka waktu itu, namanya dianggap batal demi hukum, tentu bila ingin digunakan harus diajukan kembali.

Notaris
Notaris

Tuesday, April 11, 2017

Gadai sebagai Jaminan Kredit

Gadai merupakan lembaga penjaminan yang tidak asing dan sampai sekarang masih kerap dilakukan dalam masyarakat. Walaupun demikian, masih ada pemahaman masyarakat yang belum terang tentang gadai ini. Istilah gadai seringkali diartikan penjaminan secara umum, termasuk untuk barang berupa tanah (gadai tanah). Saat ini, pusat-pusat gadai tersebar di berbagai tempat, yang umumnya menerima gadai barang berupa kendaraan, emas, atau barang elektronik.

Pemberian jaminan secara gadai adalah bentuk penjaminan yang sederhana dan mudah. Cukup dengan memberikan (menyerahkan/dioper) barang yang dijaminkan kepada penerima gadai. Syarat pemberian gadai adalah penyerahan (pelimpahan) penguasaan atas barang dimaksud kepada penerima gadai.

Dalam gadai, yang diserahkan adalah kekuasaan atas barang saja, bukan penyerahan hak miliknya (bukan penyerahan besit). Namun, bila penerima gadai sejak awal berniat memiliki barang gadai tersebut, maka dapat dikatakan bahwa besit tersebut diperoleh dengan itikad buruk. Bila barang gadai hilang, maka hak gadai juga hapus dengan sendirinya, kecuali barang tersebut akhirnya kembali ke tangan penerima gadai. Penerima gadai harus bertanggung jawab atas kerugian terhadap barang gadai sepanjang terjadi suatu kelalaian, namun terhadap penyelamatan barang gadai biayanya tetap menjadi beban pemberi gadai.

Penerima gadai tidak berhak untuk memiliki barang gadai karena walau dengan kesepakatan sekalipun, sebenarnya kesepakatan demikian tidak berlaku, mengingat pada prinsipnya penjaminan adalah perbuatan untuk menjamin pelunasan utang. Bila utang tidak dapat dibayar, barulah barang gadai dapat dijual untuk melunasi utang tersebut, sedangkan sisa penjualan harus diserahkan kepada pemberi gadai. Penerima gadai akan menerima pelunasan mendahului kreditur-kreditur lainnya, kecuali untuk biaya eksekusi gadai atau penyelamatan barang gadai.

Obyek gadai sebenarnya tak hanya barang bergerak yang berwujud, melainkan juga barang bergerak tak berwujud,seperti piutang/tagihan. Namun, terhadap piutang/tagihan, penjaminannya umumnya menggunakan jaminan fidusia. Berbeda dengan fidusia, jaminan gadai merupakan penyerahan kekuasaan atas barang (penyerahan barang itu sendiri), sedangkan fidusia merupakan penyerahan hak kepemilikannya saja, tanpa penyerahan barangnya.

Penjaminan gadai harus dapat dibuktikan sehingga harus dibuat perjanjian gadai secara tertulis, baik secara dibawah tangan maupun secara otentik dengan akta Notaris. Selain membuktikan perjanjian gadainya, juga harus dibuktikan perjanjian utang-piutangnya (perjanjian pokoknya) karena tanpa perjanjian utang-piutang (perjanjian pokoknya), maka gadai tidak sah.

Bila dibuatkan penjaminan gadai secara notariil, maka Notaris harus memperhatikan kewenangan bertindak penjamin (pemberi gadai) untuk menjaminkan suatu barang. Bila penjaminannya terikat dalam suatu perkawinan, maka diperlukan persetujuan pasangan kecuali terdapat suatu perjanjian kawin. Bila belum terikat dalam perkawinan, maka biasanya Notaris meminta pernyataan tertulis dari penjamin. Harusnya, pernyataan ini bukan dari penjamin, melainkan dari instansi yang berwenang. Bila surat pernyataannya hanya dibuat dibawah tangan, maka sebenarnya dapat langsung dinyatakan dalam akta Notaris tersebut.

Hal yang perlu diperhatikan dalam jaminan gadai adalah ada atau tidaknya barang itu sendiri. Bila barang belum ada, tentu gadai tidak dapat terjadi karena kekuasaan barang belum diserahkan.

Notaris
Notaris

Saturday, April 8, 2017

Fidusia Bangunan Sebagai Jaminan Kredit

Bangunan dan tanah pada prinsipnya merupakan satu kesatuan obyek karena bangunan melekat dengan tanahnya. Oleh karenanya, bangunan tidak terlepas dari persoalan tanah. Walaupun demikian, terdapat suatu pengecualian dengan berlakunya apa yang disebut asas pemisahan horizontal. Berdasarkan asas ini, kepemilikan tanah dan bangunan tidak selalu identik. Bangunan boleh dibangun diatas tanah milik orang lain. 

Lalu, apakah bangunan di atas lahan milik orang lain dapat dijadikan sebagai agunan atau jaminan kredit di Bank? Lantaran bangunan merupakan satu kesatuan dengan tanahnya, maka mekanisme penjaminannya biasanya mengikuti penjaminan tanahnya, yaitu penjaminan Hak Tanggungan. Namun, mengingat hanya bangunan saja yang akan dijaminkan dan bangunan tersebut bukan milik pemegang Hak atasTanahnya, maka bangunan tersebut tidak memenuhi syarat sebagai obyek Hak Tanggungan. Namun, menurut UU Jaminan Fidusia, maka penjaminannya dapat dilakukan secara fidusia.

Penjaminan bangunan secara fidusia dapat dilakukan apabila terdapat kepemilikan yang berbeda antara pemilik tanah dan pemilik bangunan. Walaupun demikian, mengingat bangunan tersebut berada di atas lahan milik orang lain, dan terkait eksekusinya nanti diperlukan campur tangan dari pemilik tanah, maka diperlukan persetujuan dari pemilik tanah atas penjaminan tersebut. Oleh karenanya, penjaminannya sangat tergantung pada ada tidaknya persetujuan dari pemilik tanah. Tanpa persetujuan dari pemilik tanah, walaupun bangunan merupakan milik sah dari pemberi fidusia, maka pemberian jaminannya tidak dapat dilakukan. Sebagaimana disebutkan, syarat penjaminan ini menjadi mutlak mengingat perbuatan penjaminan tersebut, mau tidak mau, harus melibatkan pemilik tanah. 

Persetujuan dari pemilik tanah merupakan konfirmasi dari pemilik tanah bahwa kelak tidak akan menuntut apabila timbul potensi kerugian terkait proses eksekusi yang dilakukan. Selain itu, syarat persetujuan ini juga diperlukan untuk menghindari adanya pelanggaran hak-hak pihak lain bila penjaminannya dilakukan. Sebagai contoh, apabila antara pemilik tanah dan pemilik bangunan ternyata terdapat suatu perjanjian bahwa kepemilikan bangunan kelak akan beralih kepada pemilik tanah. Bahkan, dalam suatu kasus, apabila bangunan tersebut dibangun di atas lahan milik (dikuasai) negara atau pemerintah, maka pada akhir masa pakai lahan tersebut, disepakati ketentuan bahwa segala sesuatu yang berdiri diatas lahan tersebut akan menjadi milik negara. Dengan demikian, bangunan seperti ini tidak mungkin dijaminkan secara fidusia.

Notaris

Wednesday, April 5, 2017

Saham sebagai Jaminan Kredit/Utang

Perseroan Terbatas atau PT merupakan badan hukum persekutuan modal yang terbagi dalam bentuk saham. Dari pengertian ini, dapat dimaknai bahwa wujud sebenarnya dari perseroan terbatas (PT) adalah saham. Perseroan dikendalikan dengan saham. Besaran saham para prinsipnya menjadi modal awal dari suatu perseroan terbatas. Pengertian ini merupakan karakteritik dari pemisahan harta kekayaan pendiri perseroan dengan harta kekayaan perseroan. Oleh karenanya, pemegang saham perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas kewajiban perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan melebihi nilai
saham yang dimilikinya, walaupun dengan beberapa pengecualian.

Aturannya, penyetoran modal saham dapat dilakukan dalam bentuk uang atau dalam bentuk lainnya. Bila penyetorannya dalam bentuk lain, maka penilaian setoran modal saham tersebut berdasarkan nilai pasar atau nilai taksiran ahli yang tidak terafiliasi dengan perseroan. Selain itu, bila modal yang disetor berupa benda tidak bergerak (seperti tanah), maka penyetorannya harus diumumkan dalam surat kabar (koran) dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari setelah akta pendirian atau setelah RUPS memutuskan penyetoran saham tersebut. Atas penyetoran saham berbentuk tanah, maka antara pemegang saham dan perseroan akan dilakukan penandatanganan Akta Pemasukan Dalam Perusahaan dihadapan PPAT untuk kemudian sertipikatnya didaftarkan atas nama perseroan tersebut.

Saham perseroan dikeluarkan atas nama pemilik saham (saham atas nama) sesuai dengan klasifikasinya. Besar nilanya harus dalam mata uang Rupiah. Pemilik saham diberi bukti pemilikan saham untuk saham yang dimilikinya (surat saham, sertifikat saham). Saham memberikan hak kepada pemilik atau pemegangnya antara lain untuk menghadiri dan mengeluarkan suara dalam RUPS, menerima pembayaran dividen dan sisa kekayaan hasil likuidasi dan menjalankan hak lainnya.

Saham dikategorikan sebagai benda bergerak (hak kebendaan) sehingga saham juga dapat dijadikan sebagai agunan kredit/pembiayaan Bank. Menurut UU Perseroan Terbatas, pemberian saham sebagai jaminan dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu saham sebagai jaminan fidusia dan saham sebagai jaminan gadai. Namun, umumnya, saham dijadikan jaminan secara gadai.

Penjaminan saham sebagai agunan/jaminan harus dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. UU Perseroan Terbatas memberikan ruang bagi perseroan untuk mengatur detail penjaminannya dalam anggaran dasar perseroan. Ketentuan Pasal 60 UU Perseroan Terbatas menyebutkan bahwa sepanjang anggaran dasar tidak menentukan lain, maka saham dapat dijadikan sebagai agunan. Bila saham dijaminkan, maka penjaminannya tersebut juga harus dicatatkan dalam daftar pemegang saham dengan tujuan agar perseroan atau pihak ketiga yang berkepentingan dapat mengetahui status saham tersebut. Oleh karenanya, sebelum menjaminkan saham perseroan, harus dilihat juga prosedur yang diatur dalam anggaran dasar perseroan tersebut. Biasanya, ketika saham dijaminkan, maka pemilik saham juga memberikan kuasa kepada penerima jaminan untuk mewakili suara pemilik saham dalam RUPS, sehingga selain akta gadai/jaminan fidusia, pemilik saham dan penerima jaminan juga menandatangani akta pemberian kuasa. Selain itu, adapula yang mensyaratkan pemberian kuasa jual saham kepada penerima jaminan. Terkait pemberian kuasa kepada penerima jaminan, ketentuan Pasal 85 ayat (5) UU Perseroan Terbatas memberikan batasan efektiivitas kuasa yang diberikan. Bila pemegang saham hadir sendiri dalam RUPS, maka surat kuasa yang telah diberikan tidak berlaku untuk rapat tersebut.

Pemilik atau pemegang saham dalam perseroan dapat berupa orang pribadi ataupun badan hukum. Bila dimiliki oleh orang pribadi, tentu penjaminan saham harus melihat apakah diperlukan persetujuan dari pihak lain, misalnya suami/isteri bila sudah menikah atau terdapat perjanjian kawin. Demikian juga bila pemiliknya merupakan badan hukum (misalnya perseroan lain), penjaminannya harus dilakukan dengan mempertimbangkan ketentuan-ketentuan dalam anggaran dasar badan hukum tersebut. Bila diperlukan persetujuan dewan komisaris atau RUPS, maka penjaminan saham perseroan harus mendapat persetujuan organ perseroan terlebih dahulu.

Notaris