Ketika Perseroan Terbatas (PT) hendak melakukan perubahan anggaran dasar, misalnya ketika akan menambah permodalan, baik modal dasar (limit modal yang diperbolehkan) maupun modal setor, ataupun ketika akan menambah kegiatan usaha baru, maka perubahan tersebut harus mendapatkan persetujuan terlebih dahulu atau perubahannya dilaporkan dari Menteri terkait, dalam hal ini Menteri Hukum dan HAM. Perubahan tersebut juga harus dituangkan dalam bentuk akta notaris, baik yang berbentuk akta berita acara RUPS ataupun akta pernyataan keputusan RUPS yang dibuat berdasarkan notulen RUPS ataupun berbentuk keputusan sirkuler (keputusan diluar RUPS).
Setelah perubahan AD telah disetujui atau telah diterima pemberitahuannya, maka Menteri akan menerbitkan produk hukum berupa Surat Keputusan atau Surat Penerimaan dari Menteri yang menyatakan bahwa perubahan AD tersebut telah disetujui atau telah diterima pemberitahuannya dan telah tercatat dalam Daftar Perseroan.
Namun, ada satu hal penting yang perlu diperhatikan untuk mendapatkan persetujuan ataupun untuk melaporkan pemberitahuan perubahan AD. Permohonan persetujuan atau pemberitahuan tersebut harus diajukan kepada Menteri dalam jangka waktu yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang Perseroan Terbatas (UU PT). Ketentuan Pasal 21 ayat (7) dan (8) menetapkan bahwa pengajuan persetujuan maupun pemberitahuan perubahan AD dilakukan paling lambat dalam waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal akta notaris yang memuat perubahan AD tersebut.
Setelah perubahan AD telah disetujui atau telah diterima pemberitahuannya, maka Menteri akan menerbitkan produk hukum berupa Surat Keputusan atau Surat Penerimaan dari Menteri yang menyatakan bahwa perubahan AD tersebut telah disetujui atau telah diterima pemberitahuannya dan telah tercatat dalam Daftar Perseroan.
Namun, ada satu hal penting yang perlu diperhatikan untuk mendapatkan persetujuan ataupun untuk melaporkan pemberitahuan perubahan AD. Permohonan persetujuan atau pemberitahuan tersebut harus diajukan kepada Menteri dalam jangka waktu yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang Perseroan Terbatas (UU PT). Ketentuan Pasal 21 ayat (7) dan (8) menetapkan bahwa pengajuan persetujuan maupun pemberitahuan perubahan AD dilakukan paling lambat dalam waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal akta notaris yang memuat perubahan AD tersebut.
Jadi, dalam hal akta notaris yang dibuat berbentuk akta berita acara RUPS (tertanggal bersamaan dengan tanggal RUPS), maka permohonannya segera langsung dilakukan dalam waktu 30 hari (tentunya, dengan tidak memperhitungkan tanggal akta notaris). Namun, bila RUPS tidak dibuat dengan kehadiran notaris dan perubahannya hanya dituangkan dalam bentuk notulen/risalah rapat atau bahkan berbentuk sirkuler (keputusan para pemegang saham yg diedarkan), maka undang-undang (Pasal 21 ayat [5] dan [6] UU PT) memberikan waktu 30 hari sejak tanggal keputusan RUPS/sirkuler untuk menotariilkan notulen atau sirkuler tersebut dihadapan notaris. Kemudian, untuk permohonan persetujuan atau pemberitahuannya, diberikan waktu 30 hari lagi sejak tanggal akta notarisnya. Artinya, terdapat rentang waktu maksimal 60 hari untuk menuju proses permohonannya.
Lantas, bagaimana halnya bila jangka waktu permohonan atau pemberitahuan tersebut terlampaui atau kedaluwarsa? Berdasarkan ketentuan Pasal 21 ayat (9) UU PT, maka permohonan persetujuan atau pemberitahuan perubahan anggaran dasar tidak dapat lagi diajukan atau disampaikan kepada Menteri. Dalam penjelasannya disebutkan bahwa dalam hal permohonan tetap diajukan, Menteri wajib menolak permohonan atau pemberitahuan tersebut. Artinya, untuk memperoleh persetujuan ataupun mengajukan pemberitahuan perubahan AD, maka mau tidak mau harus kembali dilaksanakan RUPS dengan menegaskan kembali perubahan AD yang telah disetujui ataupun membuat sirkuler keputusan pemegang saham yang baru.
Memang, ada semacam perbedaan pendapat terkait dengan sahnya keputusan RUPS bila dihubungkan dengan ketentuan jangka waktu tadi. Di satu sisi, RUPS merupakan organ perseroan yang sah dan keputusan yang diambilnya pun telah melalui mekanisme sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku sehingga tidak ada alasan untuk mengulangi keputusan yang sama, kecuali perubahan tersebut ditolak atau tidak disetujui oleh Menteri. Di sisi lain, undang-undangpun hanya menyatakan bahwa yang tidak dapat diproses itu adalah permohonan atau pengajuannya saja, bukan terhadap substansi keputusan perubahan tersebut.
Selain itu, dari perspektif pengertian perlunya persetujuan Menteri atau cukup pemberitahuan saja, maka seharusnya dibedakan perlakuan hukumnya, baik terkait jangka waktu maupun keperluan untuk RUPS ulang. Persetujuan Menteri merupakan bentuk pengesahan dari suatu perbuatan hukum. Sebelum mendapat persetujuan, maka perbuatan hukum tersebut tersebut belumlah mengikat baik terhadap organ-organ perseroan maupun pihak ketiga. Logika hukumnya, dapat diterima seandainya diperlukan pelaksanaan RUPS yang baru. Namun, tidak demikian seharusnya terhadap perubahan-perubahan yang hanya cukup diberitahukan saja. Dalam hal ini, perbuatan hukumnya dianggap telah mengikat organ-organ perseroan sehingga tidak relevan lagi RUPS untuk dilangsungkan kembali hanya karena formalitas pemberitahuannya belum terpenuhi.
Walaupun demikian, undang-undang memang tidak memberikan celah sedikitpun sehingga permohonan atau pemberitahuan perubahan AD dapat dilakukan tanpa kembali melakukan RUPS atau membuat sirkuler baru. Bila berencana akan membuat akta penegasan kembali, tentu akta penegasan yang dimaksud harus dibuat berdasarkan notulen RUPS Penegasan juga, yang agendanya menegaskan kembali hasil keputusan RUPS yang telah diambil oleh RUPS sebelumnya atau dibuat berdasarkan sirkuler yang baru. Akta penegasan kembali tidak mungkin dibuat berdasarkan hasil keputusan RUPS yang kedaluwarsa. Ketentuan Pasal 21 ayat (6) tegas menyatakan bahwa perubahan AD tidak dapat dinotariilkan setelah lewat 30 hari sejak tanggal keputusan RUPS.
No comments:
Post a Comment