Berbicara soal saksi sebenarnya tidak lepas dari persoalan pembuktian. Dalam pembuktian di pengadilan misalnya, keterangan saksi diperlukan untuk memperkuat keyakinan hakim dalam memutuskan perkara. Oleh karenanya, seorang saksi (saksi fakta) haruslah orang-orang yang mendengar atau melihat atau mengalami sendiri mengenai suatu perkara (terlepas dari Putusan MK No.65/PUU-VIII/2010 yang memperluas pengertian saksi).
Dalam akta notaris, peranan saksi juga hampir sama. Walaupun demikian, dikenal ada dua jenis saksi dalam akta notaris, yaitu 1) saksi pengenal dan 2) saksi akta (saksi instrumentair). Peranan saksi pengenal agak berbeda. Saksi pengenal berfungsi untuk memberikan semacam kredibilitas dari penghadap kepada Notaris, yang diwajibkan undang-undang harus mengenal(i) penghadap yang membuat akta. Di jaman kartu identitas belum populer, peranan saksi penghadap memang cukup penting sehingga dapat memberikan keyakinan kepada Notaris mengenai jati diri penghadap. Selain oleh saksi pengenal, penghadap juga dapat diperkenalkan oleh 2 orang penghadap lainnya (surrogaat pengenalan). Saat ini, identitas penghadap umumnya dibuktikan dengan menunjukkan KTP, kemudian Notaris di dalam aktanya akan menyebutkan bahwa penghadap dikenal Notaris dari identitasnya. Saksi jenis yang kedua, yaitu saksi akta, lebih merujuk pada saksi fakta sebagaimana dalam suatu perkara pembuktian. Saksi akta merupakan syarat mutlak untuk sebuah akta notaris sehingga akta notaris tersebut dapat dikatakan autentik. Jumlah saksi akta minimal 2 orang saksi. Saksi akta juga harus dikenal sendiri oleh Notaris, namun bisa juga diperkenalkan oleh penghadap (kalaulah mereka membawa sendiri saksi aktanya). Walaupun demikian, menurut G.H.S. Lumban Tobing S.H., saksi instrumentair juga dapat memperkenalkan penghadap. Dalam hal ini mereka menjadi saksi-saksi yang memperkenalkan (attesterende getuigen).
Untuk menjadi saksi akta (saksi instrumentair), seorang saksi haruslah memenuhi persyaratan yang telah ditentukan, yaitu (Pasal 40 UU Jabatan Notaris):
1. Paling rendah berumur 18 (delapan belas) tahun atau sebelumnya telah menikah;
2. Cakap melakukan perbuatan hukum;
3. Mengerti bahasa yang digunakan dalam Akta;
4. Dapat membubuhkan tanda tangan dan paraf; dan
5. Tidak mempunyai hubungan perkawinan atau hubungan darah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah tanpa pembatasan derajat dan garis ke samping sampai dengan derajat ketiga dengan Notaris atau para pihak.
Pertanyaannya, sejauh mana peranan saksi akta dalam sebuah proses pembuatan akta sekaligus untuk pembuktiannya kalau diperlukan. Berdasarkan ketentuan UU Jabatan Notaris, dalam pembuatan akta, Notaris harus membacakan akta tersebut kepada para penghadap dihadapan saksi-saksi. Sebagaimana syarat menjadi seorang saksi akta, maka apa yang dibacakan oleh Notaris haruslah yang dapat dimengerti oleh saksi-saksi. Artinya, peranannya tidak cukup sebagai saksi belaka sebagaimana definisi saksi fakta dalam hukum acara, melainkan juga harus dapat memahami akta yang dibacakan kepadanya. Walaupun demikian, masih ada perbedaan pandangan mengenai apakah saksi akta haruslah mereka yang mengerti seluk beluk (aspek formal pembuatan akta) pekerjaan Notaris atau cukuplah yang mampu memahami isi akta saja. Bila dilihat dari syarat untuk menjadi seorang saksi akta, cukuplah saksi akta tersebut memahami atau mengerti bahasa yang dipergunakan dalam akta, yang prinsipnya harus dibuat dalam bahasa Indonesia.
Hal pasti yang disebutkan dalam UU Jabatan Notaris adalah bahwa akta notaris juga harus dibacakan oleh Notaris kepada saksi akta dan juga ditandatangani oleh saksi akta. Di sini, saksi akta berperan menyaksikan 2 tahapan penting dari pembuatan akta, yaitu proses pembacaan dan penandatanganan (pengesahan) akta. Pembacaan akta merupakan suatu tahapan guna mengkonfirmasi agar hal-hal yang dinyatakan dalam akta telah benar-benar sesuai dengan maksud para pihak, sedangkan penandatanganan akta merupakan bentuk persetujuan dari para pihak atas isi akta tersebut. Dengan penandatanganan akta, para pihak telah tegas menyatakan persetujuannya atas isi akta sehingga tidak dapat disangkal lagi.
Mereka yang menjadi saksi akta haruslah memahami peranannya dalam suatu akta notaris. Dalam kenyataannya, seringkali saksi akta diperlukan keterangannya dalam membuat terang suatu perkara. Ada beberapa hal penting yang perlu diketahui oleh saksi akta mengenai keterlibatannya dalam pembuatan akta. Pertama, saksi akta ikut menyaksikan kehadiran penghadap dalam proses pembacaan maupun penandatanganan akta notaris. Kedua, saksi akta ikut menyaksikan pembacaan akta oleh Notaris kepada para penghadap maupun kepada para saksi. Ketiga, saksi akta ikut menyaksikan penandatanganan akta baik oleh para penghadap maupun oleh Notaris itu sendiri. Dari sini, seorang saksi akta harus dapat memberikan kesaksian mengenai identitas penghadap bahwa benar penghadap tersebut yang menghadap Notaris untuk membuat akta sebagaimana yang dibacakan kepadanya dan bahwa benar Notaris telah membacakan isi akta sesuai keingian atau kesepakatan para penghadap sekaligus bahwa benar para penghadap tersebut telah memberikan persetujuannya dengan membubuhkan tanda tangan.
Jadi, saksi akta pada prinsipnya hanya terlibat dalam 2 tahapan pembuatan akta, yaitu tahap pembacaan dan tahap penandatangan akta. Saksi akta tidak didesain untuk menyaksikan teknis pembuatan akta itu sendiri, walaupun prakteknya seringkali akta tersebut memang didraft oleh para saksi akta. Dikaitkan dengan peranan saksi akta dalam proses pembuktian, maka apa yang menjadi kompetensi saksi akta hanyalah seputar kebenaran atas pembacaan dan penandatanganan akta saja sebagaimana yang ditetapkan dalam UU Jabatan Notaris bahwa benar saksi akta telah menyaksikan para penghadap hadir untuk membuat dan menandatangani akta tersebut setelah dibacakan. Terkait isi akta, saksi akta hanya kompeten untuk menjamin bahwa aktanya telah dibacakan dan disetujui oleh para pihak, tidak lebih dari itu karena atas pembuatan akta tersebut kesemuanya merupakan kewenangan dan menjadi tanggung jawab Notaris.
Saksi akta juga diharuskan ikut menandatangani akta notaris. Di sini, penandatanganan akta oleh saksi akta merupakan bentuk persetujuannya atas akta yang telah dibuat saat itu, baik mengenai isi aktanya, maupun mengenai formalitas pembuatannya. Artinya, apa-apa yang dimaksudkan oleh para pihak adalah tak lain dan tak bukan sebagaimana yang dinyatakan atau tertulis dalam akta tersebut. Apa yang tertulis dalam akta notaris, itulah yang menjadi pernyataan dan kenyataan yang benar, karena sebagai akta autentik, akta notaris memiliki kemampuan untuk membuktikan dirinya sendiri (kekuatan pembuktian lahiriah), kecuali memang dapat dibuktikan sebaliknya. Artinya, untuk membuktikan kebalikannya, harus dibuktikan dengan bukti-bukti lain, bukan dari akta notaris itu sendiri, misalnya dari keterangan saksi akta.
Kedudukan saksi akta secara formal tetaplah sebagai saksi saja. Berbeda dengan Notaris sebagai pihak yang mengesahkan akta tersebut. Namun tak dapat disangkal bahwa tanpa kehadiran saksi, maka akta notaris juga tidak dapat disebut sebagai akta autentik sehingga sebenarnya saksi akta juga turut serta dalam mengesahkan akta autentik.
Kedudukan saksi akta secara formal tetaplah sebagai saksi saja. Berbeda dengan Notaris sebagai pihak yang mengesahkan akta tersebut. Namun tak dapat disangkal bahwa tanpa kehadiran saksi, maka akta notaris juga tidak dapat disebut sebagai akta autentik sehingga sebenarnya saksi akta juga turut serta dalam mengesahkan akta autentik.