Tuesday, March 21, 2017

Akta Kuasa Menjual Tanah/Bangunan

Jual-beli tanah/bangunan merupakan salah satu peristiwa atau perbuatan pengalihan kepemilikan hak atas tanah. Oleh karenanya, perbuatan atau transaksi tersebut harus dilakukan oleh pemilik hak atas tanah tersebut. Permasalahannya, ada banyak alasan yang menyebabkan seorang penjual (pemilik) berhalangan untuk melaksanakan perbuatan itu sendiri dan menandatangani akta jual belinya. Sebagai contoh, pihak penjual tinggal di wilayah kota atau kabupaten lain, di luar wilayah tanahnya atau pihak penjual cukup sibuk sehingga ingin mengutus orang lain sebagai penggantinya. Lalu, apakah pihak penjual dapat memberikan kuasa kepada pihak lain untuk mewakilinya?

Ketentuan Pasal 1792 KUH Perdata menyebutkan bahwa pemberian kuasa merupakan suatu persetujuan yang berisikan pemberian kekuasaan kepada orang lain yang menerimanya untuk melaksanakan sesuatu atas nama orang yang memberikan kuasa. Jadi, selain pemberian kuasa, unsurnya terpenting lainnya adalah pihak yang diberi kuasa menerima kuasa tersebut. Namun, penerima kuasa tidak boleh melakukan apa pun yang melampaui kuasanya. 

Pemberian kuasa dapat dilakukan secara khusus (kuasa khusus), yaitu hanya mengenai satu kepentingan tertentu atau lebih, atau secara umum, yaitu meliputi segala kepentingan pemberi kuasa. Pemberian kuasa yang dirumuskan secara umum hanya meliputi tindakan-tindakan yang menyangkut pengurusan saja, sedangkan pemberian kuasa secara khusus menyangkut tindakan untuk memindahtangankan (mengalihkan kepemilikan) barang atau meletakkan hipotek (menjaminkan) di atasnya, ataupun melakukan tindakan lain yang hanya dapat dilakukan oleh seorang pemilik. Pemberian kuasa secara khusus tersebut harus tegas dinyatakan dalam aktanya (Pasal 1796 KUH Perdata).

Dalam hal pemberian kuasa untuk menjualkan sebidang tanah/bangunan, maka sebagaimana ketentuan Pasal 1796 KUH Perdata tersebut, kuasa seperti tersebut harus dibuat khusus dan tegas dinyatakan dalam aktanya. Pengertian khusus dan kata-kata tegas di sini tentu tidak saja menyangkut hak untuk menjual suatu obyek tanah/bangunan atas nama penjual, melainkan juga menyangkut siapa pembelinya dan berapa harga yang disepakati, kesemuanya harus dituangkan dalam akta kuasa menjual. Artinya, kuasa menjual sebenarnya dibuat dalam hal penjualan akan dilakukan, bila tidak maka kuasa menjual akan kehilangan esensi kekhususannya tadi dihubungkan dengan unsur-unsur perjanjian jual beli.

Lalu, bagaimana dengan kuasa menjual yang sifatnya hanya memberikan kuasa menjualkan sebidang tanah/bangunan tanpa merinci pihak pembeli dan harganya? Dalam hal seperti ini, kuasa menjual tersebut menjadi tidak tegas dan makna kuasa khusus disini hanya berarti tentang perbuatan menjual saja. Kepada siapa tanah dijual dan harganya berapa menjadi terserah penerima kuasa. 

Badan Pertanahan Nasional (BPN) selaku instansi yang mencatat perubahan kepemilikan hak atas tanah juga tidak begitu saja mau menerima akta kuasa menjual bila tidak kuat alasannya, apalagi kuasa yang diberikan bersifat mutlak (Kuasa Jual Mutlak), artinya pemberi kuasa tidak dapat menarik kembali kuasanya sehingga penerima kuasa seolah-olah berubah kedudukannya sebagai pemilik tanah tersebut, padahal sebagaimana ketentuan Pasal 1813 KUH Perdata, kuasa dapat ditarik kembali dan juga berakhir bila pemberi kuasa meninggal dunia atau pailit. Namun, jika pemegang kuasa tidak tahu tentang meninggalnya pemberi kuasa atau tentang suatu sebab lain yang menyebabkan berakhirnya kuasa itu, maka perbuatan dari kuasa tersebut tetap sah dan harus dipenuhi. Salah satu alasan yang diterima oleh BPN (Kantor Pertanahan) untuk menerima Kuasa Jual Mutlak adalah adanya alas hak yang kuat atas kuasa menjual tersebut. Alas hak tersebut memberikan kuasa kepada pembeli untuk bertindak sebagai kuasa pihak penjual untuk melaksanakan akta jual belinya. Sebagai contoh, penjual telah menerima harga tanah/bangunan, namun proses jual beli belum dilakukan karena pajak-pajak belum dibayar, sehingga untuk mendahuluinya, dilakukan PPJB (perjanjian pengikatan jual beli) antara penjual dan pembeli. PPJB ini mengandung kuasa menjual kepada pihak pembeli agar pembeli dapat menyelesaikan/menandatangani Akta Jual Belinya dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) setempat. Artinya, kalau PPJB dibatalkan, maka kuasa menjualnya juga dibatalkan. Sebaliknya, bila PPJB diubah, maka kuasa menjualnya juga harus diubah.

Hal yang perlu dicatat bahwa Akta Kuasa Menjual seharusnya bukan untuk memindahkan kepemilikan hak kepada penerima kuasa, tetap hanya mewakili pemberi kuasa selaku penjual. Dalam artinya, kepentingannya tetap atas nama penjual sebagaimana diamanatkan secara tegas dalam kuasanya. Akta Kuasa Menjual juga bukan kuasa untuk mencari pembeli (memasarkan/menjualkan), melainkan kuasa untuk mewakili penjual dalam suatu transaksi jual beli, dimana para pihak, obyek dan harganya sudah disepakati sebelumnya. Bila perlu, harga yang dibayarkan diterima langsung ke rekening penjual, bukan rekening atau diterima langsung oleh kuasa. Hal-hal ini untuk menghindari perselisihan atau konflik dalam hal pemberian kuasa menjual.

No comments:

Post a Comment