Monday, March 27, 2017

Piutang/Tagihan sebagai Jaminan Kredit

Piutang dimaknai sebagai hak untuk menerima pembayaran, sedangkan Tagihan dimaknai sebagai uang dan sebagainya yang harus ditagih. Kedua istilah tersebut sebenarnya merujuk pada hal yang sama, yaitu terkait pembayaran utang. Bila dilihat dari kapan suatu piutang timbul, maka piutang dapat dibagi atas 2, yaitu piutang yang sudah ada/terjadi saat ini dan piutang yang akan ada dikemudian hari (potensi piutang - kontinjen).

Piutang atau tagihan dikategorikan sebagai hak kebendaan, termasuk benda bergerak. Oleh karena merupakan suatu hak kebendaan, maka piutang/tagihan juga dapat dijadikan sebagai jaminan untuk pelunasan utang kredit. Utang yang dijaminkan juga dapat berupa utang yang telah ada saat ini, maupun utang yang akan timbul di kemudian hari dalam jumlah tertentu (sebagai kebalikan dari piutang). 

Untuk dapat dijadikan sebagai jaminan kredit, maka penyerahannya dilakukan secara fidusia. Khusus untuk piutang yang akan ada dikemudian hari, ketentuan Pasal 9 ayat (2) UU Jaminan Fidusia (No. 4 Tahun 1999) menegaskan bahwa terhadap penjaminan tersebut, tidak perlu dibuatkan Akta Jaminan Fidusia secara tersendiri. Dari ketentuan ini, dapat disimpulkan bahwa pernyataan penjaminannya cukup disebutkan dalam perjanjian pokok saja. Walaupun demikian, biasanya Notaris tetap membuatkan Akta Jaminan Fidusia tersendiri. 

Untuk penjaminannya, biasanya Notaris akan memintakan daftar piutang yang dimiliki debitur atau Nasabah. Bila merupakan piutang proyek, bukti perjanjian proyeknya juga dimintakan sebagai dasar timbulnya piutang tersebut, dan kemudian diperkuat dengan adanya pernyataan dari debitur bahwa piutang tersebut merupakan milik atau akan dimiliki oleh debitur. Bila piutangnya merupakan piutang yang akan ada dikemudian hari atau jumlahnya senantiasa meningkat, maka biasanya daftar piutang menyebutkan bahwa status jumlah piutang pada saat penjaminan.

Apabila sudah difidusiakan, maka debitur memiliki kewajiban untuk memperbarui daftar piutangnya secara berkala untuk disampaikan kepada kreditur Atas fidusia tersebut, debitur dilarang kembali menjaminkannya secara fidusia. UU Jaminan Fidusia memberikan sanksi pidana atas fidusia ulang tanpa persetujuan dari penerima fidusia.

Pengalihan hak (cessie) atas piutang yang dijamin dengan fidusia mengakibatkan beralihnya secara demi hukum segala hak dan kewajiban Penerima Fidusia kepada kreditor baru. Pengalihan piutang dilakukan dengan akta otentik atau akta di bawah tangan dan juga wajib didaftarkan melalui Kantor Pendaftaran Fidusia dan pengalihan hak tersebut diberitahukan kepada Pemberi Fidusia.

No comments:

Post a Comment